Home

Tuesday, August 25, 2015

Bersyukurlah, Maka Jantung Anda Akan Menjadi Sehat

Orang tua selalu mewanti-wanti kita untuk selalu berterima kasih dan bersyukur atas apa yang diterima. Saran ini sebaiknya tidak dianggap lalu begitu saja karena ada alasan baik dibalik itu semua. 

Mereka dengan perasaan penuh syukur atau terima kasih mengalami tidur serta suasana hati yang lebih baik. Tambahan lainnya, perasaan tersebut membantu menurunkan tingkat inflamasi pada pasien gagaljantung

Pada penelitian sebelumnya, telah ditunjukkan bahwa spiritualitas secara umum, berkaitan dengan kualitas hidup serta kesehatan fisik yang lebih baik. Dalam studi kali ini, Paul Mills, dari bagian kesehatan masyarakat dan psikiatri, University of California, San Diego beserta timnya mempersempit fokus tersebut dan mencoba menghubungkan antara perasaan bersyukur dengan jantung yang biasa diekspresikan dalam pernyataan 'a grateful heart'.

Menurut Mills, yang terafiliasi dengan Chopra Center for Wellbeing, Carlsbad, California, mereka ingin meneliti perasaan bersyukur tersebut pada populasi yang pernah mengalami masalah dengan kesehatan jantungnya. 

Untuk itu, tim studi yang juga melibatkan Deepak Chopra (yang dikenal secara luas atas dukungan kesehatan alternatifnya), menarik 186 pasien dari klinik jantung California. 

Kesemua pasien ini mengalami gagal jantung stadium B. Kondisi tersebut menunjukkan kalau mereka memiliki sejumlah gangguan fungsi serta pembengkakan jantung tetapi bukan dengan simtom yang lebih serius. Dikatakan para periset, tahap B ini menjadi waktu penting untuk intervensi karena kerusakan yang terjadi dapat dibalikkan. 

Responden kemudian diteliti tingkat rasa bersyukur, kesejahteraan spiritual dan efikasi diri. Efikasi diri ini adalah keyakinan akan kemampuan diri untuk berhasil dalam mengelola fungi jantungnya. Pasien juga dinilai simtom depresi yang dialami serta kualitas tidur dan kelelahan. Terakhir, para periset mengecek darah partisipan untuk melihat indikator peradangan. 

Dari studi tersebut, para peneliti menjumpai bahwa pasien yang lebih bersyukur dilaporkan tidur lebih baik, suasana hatinya lebih sedikit mengalami tekanan, tidak terlalu lelah, efikasi dirinya lebih tinggi dan indikator peradangan yang lebih rendah. 

Nina Kupper, profesor psikolog dari Tillburg University, Belanda, mengatakan bahwa emosi positif secara umum dihubungkan dengan kesehatan yang lebih baik. Dan karenanya, "Perasaan bersyukur sebagai sebuah konsep, bisa menjadi pembuka ke emosi positif lebih dari yang dilakukan spiritualitas." Terkait dengan penekanan akan pentingnya emosi positif terhadap proses pemulihan, perasaan tersebut sangat penting dalam menjaga keseimbangan antara beban penyakit dan kapasitas seseorang saat berurusan dengan penyakitnya. 

Dalam sub-study yang dilakukan, juga dijumpai bahwa pasien yang membuat jurnal rasa bersyukur terhadap perawatan mereka mengalami penurunan indikator dari inflamasi atau peradangan serta peningkatan variabilitas denyut jantung (yang merupakan ukuran lain dari penurunan risiko).

Sumber : Kompas
Read more ...

Presiden Jokowi Instruksikan Deregulasi

Presiden Joko Widodo menginstruksikan jajaran kementerian dan kepala daerah untuk melakukan deregulasi besar-besaran untuk memaksimalkan penyerapan anggaran.

Presiden yakin memaksimalkan penyerahan anggaran adalah jalan keluar terbaik saat ekonomi terpuruk akibat turunnya nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang dollar AS.

Deregulasi yang dimaksud Presiden Jokowi adalah terobosan administrasi yang memutus rantai birokrasi yang menghambat terserapnya anggaran negara.

"Kita sudah bahas khusus soal ini kemarin dengan kementerian dan kepala daerah. Harus ada terobosan berupa deregulasi besar-besaran," katanya di Surabaya, Selasa (25/8/2015).

Presiden Jokowi juga mengingatkan agar masyarakat Indonesia tidak pesimistis menghadapi turunnya nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang dollar AS. Dia menegaskan, negara masih memiliki anggaran yang cukup untuk menggairahkan kembali perekonomian dalam negeri.

"Jangan mengikuti arus psikologi lemahnya nilai tukar mata uang. Harus ada terobosan agar kita bisa tetap survive," ujarnya. 

Baca juga: Presiden Jokowi: Jangan Pesimistis, Kita Masih Pegang Duit.

Negara, kata Presiden Jokowi, masih memiliki anggaran yang cukup untuk membangkitkan perekonomian dalam negeri.

"APBN masih Rp 460 triliun, APBD Rp 273 triliun, dan BUMN masih Rp 130 triliun. Itu belum termasuk dana pihak swasta. Intinya kita masih pegang duit," ujarnya.

Tidak hanya itu, kata Presiden Jokowi, pemerintah, dalam hal ini Bank Indonesia (BI), Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan sudah membuat instrumen untuk mencari jalan keluar terkait melemahnya nilai tukar rupiah.

Sayangnya, menurut Presiden Jokowi, pengaruh eksternal yang menyebabkan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS memang lebih mendominasi.

"Pengaruh eksternal dalam konteks saat ini lebih kuat, seperti krisis Yunani, naiknya suku bunga di Amerika, dan banyak lagi yang terjadi di negara luar," ujarnya.

Presiden Jokowi lantas meminta semua pihak, termasuk media, untuk membuat masyarakat Indonesia tetap optimistis menghadapi masalah ekonomi global ini dan meyakinkan bahwa negara ini masih bisa melewati Krisis global dengan potensi yang dimiliki.

"Jangan membuat berita-berita yang membuat masyarakat menjadi semakin pesimistis," katanya.
Read more ...

Cetak Gol, Zulham Dapat Garansi dari Djadjang

Pelatih Persib Bandung, Djadjang Nurdjaman, mengapresiasi penampilan Zulham Zamrun pada laga uji coba kontra Tovo FC di Stadion Suryakencana, Sukabumi, Selasa (24/8/2015) sore. Pada partai tersebut, Zulham mencetak satu-satunya gol Maung Bandung.

Pada menit kesembilan, pemain kelahiran Ternate itu memanfaatkan operan mendatar dari Tantan Dzalikha dan melepaskan tembakan keras di dalam kotak penalti. Untuk diketahui, gol ini menjadi kali pertama bagi Zulham sejak berseragam Persib.

"Saya sudah janji untuk memainkan dia sejak awal. Kini, saya punya alasan untuk kembali menurunkan Zulham. Dia sudah membuktikan kualitas," kata Djadjang setelah pertandingan.

Tak cuma Zulham, Atep dan Tantan turut menerima pujian. Dua nama terakhir mendampingi Zulham sebagai trisula lini depan seiring absennya Ilija Spasojevic.

Djadjang mengindikasikan, Spasojevic masih menjadi pilihan utama di sektor depan. Namun, dia membuka peluang supaya Zulham, Atep, dan Tantan bisa tampil bersama lagi.

"Ya, mereka bisa menjadi solusi ketika kami mengalami kebuntuan. Kami punya alternatif bila lini depan kesulitan mencetak gol," lanjut Djadjang.

Persib bakal menjalani satu partai uji coba lagi pada Jumat (28/8/2015). Setelah itu, mereka memulai kiprah di Piala Presiden dengan melawan Persiba Balikpapan, Rabu (2/9/2015).

Sumber : Kompas.com
Read more ...

Monday, August 24, 2015

Ya Ilahi Ridho-Mu Yang Ku Harapkan

Ya Ilahi
Tiada daya dan upaya bagi kami
Selain mengikuti apa yang Engkau kehendaki..

Ya Ilahi
Tuntunlah kami
Pada Jalan yang lurus itu

Ya Ilahi
Hanya ridho-Mu yang kami minta
Karena Itulah cukupkan kami..

Ya Ilahi
Kami laksana berjalan di hutan belantara
Yang tentu tidak tahu arah yang akan di tuju..
Namun karena Ridho-Mu kami berpasrah

Ya Ilahi
Segenap jiwa dan raga ini untuk-Mu
Dan segalanya ku pasrahkan ya Rob....
Read more ...

Sehelai Pelangi Di Atas Sunyi

Saat menjelajahi ruang di sudut keheningan
Semerbak alam nyata dimana aku bersitegang berburu harap
Simpul-simpul jemari terekam jejak waktu kita bercumbu kata
Sungguh gerai kerinduan seolah menjadi rimbunan dalam alfa
Sejenak beradu memadu kasih seraya mencari kebenaran

Denting irama yang kerap kita nyanyikan bersama
Dari sapaan dipenghujung hari nan semerbak rasa
Dekapan demi dekapan memuntahkan hasrat walau jelas semu
Darinya kita beradu dalam gelora penuh nafsu
Dan indah memang namun itu rancu
Maafkan jika ku tak mampu menjerat janji
Memulai sengketa yang lalu ku buat sengaja
Masa indah itu hanyalah setitik dahaga dari rasa yang sejenak hilang
Mencarimu adalah penyesalan saat menuai kebenaran
Mungkin tiba waktu kita berhadapan pada sesal

Kalimat terakhirmu kan ku simpan dalam-dalam
Kumparan kasih ini telah ku benam kala rindu itu tiba
Keluguan akal ini tengah mencabik derita tersendiri
Ketika naluri mengakui ada hati tersangkut diaroma rasa
Kekasihku, silahkan singgahi yang patut menjadi hakmu

Aku mengundurkan diri menjadi jelmaan impianmu
Oleh : Yulia Yuli
Read more ...

Sunday, August 23, 2015

Kreatifitas Dalam Pendidikan dan Pembelajaran

Kebutuhan manusia akan pengetahuan, sesungguhnya sangatlah tinggi, sehingga orang yang berpengetahuan dan tidka berpengetahuan sangatlah berbeda, baik dalam sikap hidup, berbicara, bergaul, berpikir, maupun dalam tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan sebagai wahana kebutuhan bagi para peserta didik, harus mampu melihat dan menganalisa akan kebutuhan peserta didik sesuai dengan zamannya. dalam konstek sekarang, bisa dikatakan bahwa generasi yang masih duduk di tingkat sekolah sampai pada perguruan tinggi sekalipun, merupakan generasi Tablet. Generasi tablet, yakni sejak anak melihat dunia ini sudah sangat tidak asing dengan yang namanya Hp, tablet, laptop dan alat-alat tekhnologi lainnya.

Orang tua, guru, maupun pemerintah harus menyadari kondisi ini, sehingga tuga kita semua adlaah tidak lain adalah dalam rangka mengarahkan, mempersiapkan dan menggali seluruh potensi peserta didik untuk berdaya guna, sehingga pada gilirannya persaingan secara global tidak bisa kita hindari kembali.

Fakta dilapangan menunjukkan bahwa, dunia pendidikan kita juga saling berkompetisi antar lembaga untuk menjadi yang terbaik, dengan berbagai program yang cukup bervariasi, walaupun tidak bisa kita pungkiri bahwa semuanya sudah di atur oleh kementerian pendidikan, akan tetapi bahwa setiap lembaga memiliki strategi untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki, sebagai bekal bagi peserta didiknya.

Oleh karena itu pendidikan kita saat ini perlu terus berpacu dalam prestasi, tangguh dalam Iman dan Taqwa, serta memiliki akhlaqul karimah. Dengan tiga hal tersebut bahwa siswa harus berprestasi, beriman dan bertaqwa, serta berakhlaqul karimah sebagai bejkal b agi peserta didik pada kehidupan selanjutnya dalam kondisi sosial masyarakat.
Read more ...

Friday, August 21, 2015

Para Siswa Mengikuti Olimpiade Robot di UII

Sebanyak 400 peserta akan mengikuti International Islamic School Robot Olympiad IV/2015 di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, 19-21 Agustus 2015.
para peserta olimpiade robot yang mempertandingkan sembilan kategori lomba itu berasal dari beberapa negara, di antaranya Malaysia, Singapura, Mesir, dan Indonesia.
"Kategori lomba yang diadopsi dari berbagai kompetisi robot bergengsi tingkat dunia itu adalah Sumo Robot, Transporter Robot, Theatre Robot, Soccer Robot, Low Cost Robot, Rescue Robot, Aerial Robot, Mission Challenge Robot, dan Under Water Robot," kata Beni.
Ia mengatakan IISRO dijadwalkan akan dibuka Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X. Selanjutnya akan diselenggarakan acara malam budaya, Kamis malam (20/8/2015).
Acara tersebut akan menampilkan pemenang Theatre Robot dan sejumlah Unit Kegiatan Mahasiswa UII bidang seni budaya yakni Tari Saman, Tari Borneo Malenggang, paduan suara mahasiswa, dan marching band.
"Pengumuman pemenang, pembagian hadiah sekaligus penutupan akan dilaksanakan Jumat (21/8) malam, dan akan dimeriahkan oleh penampilan Group Nasyid Syahada UII," kata dia.
Menurut Beni, penyelenggaraan IISRO IV/2015 itu memperoleh dukungan dari Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Agama, dan Pemerintah Daerah DIY.
"IISRO 2015 akan digelar di Kampus Terpadu UII dengan venue utama di Gedung Olah Raga (GOR) UII dan Auditorium Kahar Muzakkir," kata Beni.
Wakil Rektor III UII Abdul Jamil mengatakan peserta sebanyak 400 siswa itu terdiri atas 70 siswa berasal dari luar negeri dan 330 siswa dari seluruh Indonesia.
"Sebetulnya Palestina akan mengirimkan sembilan siswa dan tiga guru untuk ambil bagian dalam olimpiade robot tersebut. Namun karena terkendala visa, tim Palestina yang bernama The Golden Brains itu akhirnya tidak jadi hadir," ujarnya.
Sumber : Kompas.com
Read more ...

Menyimak Konsep Pendidikan Kita

Dalam dunia pendidikan sejauh ini terus berubah dan perkembang mengikuti konstek zaman dengan segala dinamikanya. dan kompetisi itu pun terus bergerak mengikuti zaman dengan bentuk variasinya. 

Kalo boleh kit renungi bersama bahwa pendidikan kita sejauh ini hanya berorientasi pada pengembangan intelektual peserta didik, tanpa mengindahkan nilai-nilai emosional dan spritualitas, sehingga banyak kepincangan-kepincangan yang melanda moral peserta didik, misalnya kekerasan dalam dunia pendidikan, tawuran antar siswa menjadi ironi, dan problem bagi para pendidik.

Apa  sebenarnya yang terjadi di balik dunia pendidikan kita, sehingga hal-hal yang tidak diinginkan acapkali terjadi? mungkin saja pertanyaa tersebut membutuhkan jawaban, baik oleh para pendidik, wali murid maupun oleh pemerintah itu sendiri. kembali lagi pada konsep[ pendidikan kita, apakah perubahan-perubahan kurikulum mulai dari kurikulum tahun 1986, sampai dengan kurikulum KTSP dan K13, yang terus menuai kontroversi dan perubahan, sehingga terkesan bahwa tidak ada konsep yang baku dalam dunia pendidikan kita, yang pada akhirnya berakibat terhadap lajunya roda pendidikan kita sebagai ujung tombak dari perbaikan-perbaikan bangsa ini.

Pemerintah, Pendidik, dan wali murid merupakan peletak dasar bagi proses pertumbuhan dan perkembangan pendidikan anak didik mulai dari tingkat dasar yang paling menentukan arah hidup mereka sampai pada tingkat perguruan tinggi, yang pada akhirnya dalam dunia sosial masyarakat yang merupakan penentu dari sistem yang dibangun oleh komoponen-komponen tersebut.
Read more ...

Monday, August 17, 2015

Globalisasi dan Posisi Pendidikan ( Pendidikan di Tinjau Dari Perspektif Kultur )

Dasar Pemikiran

Roda kehidupan yang terus berputar ini, menjadi sebuah pemebelajaran yang dinamis, dimana perubahan dan perkembangan kehidupan terasa semakin jauh dari nilai-nilai etika dan estetika. Pesatnya perkemabangan pengetahuan dan mudahnya akses informasi sangat memudahkan bagi peserta didik maupun masyarakat menerima secara mentah kultur barat yang mulai merambah pada kultur ketimuran dengan cukup pesat.

Globalisasi merupakan bentuk dari persaingan antar dunia, baik pada aspek ekonomi, budaya, agama, ras, bahasa, suku, dan lain sebagainya. Mudahnya akses informasi memberikan damapak tersendiri terhadap pola pemikiran dan tingkah laku ummat manusia, sehingga dengan adanya globalisasi tersebut terkesan tidak ada batas dalam konstek pertautan pengertahuan dan percampuran budaya yang berkembang saat ini. Dalam konsteks pendidikan khususnya di Indonesia, menjadi suatu tuntutan zaman bahwa pendidikan tidak hanya bersaing di kancah nasional saja, namun lebih jauh lagi bahwa pendidikan juga harus bersaing dalam kancah internasional.

Globalisasi merupakan proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan dunia, produk pemikiran dan aspek-aspek budaya lainnya. Kemajuan infrastruktur transportasi dan telekomunikasi, termasuk kemunculan telegraf dan internet merupakan faktor utama dalam globalisasi yang semakin mendorong saling ketergantungan (interdepedensi) aktivitas ekonomi dan budaya.

Secara etimologis kata globalisasi berasal dari kata globalize yang mengacu pada kemunculan jaringan sistem sosial dan ekonomi berskala internasional. Istilah ini pertama kali digunakan sebagai kata benda dalam sebuah tulisan berjudul toward new education. Kata globalisasi disini menunjukkan pandangan pengalaman manusia secara menyeluruh dibidang pendidikan. Istilah serupa, corporate giants (raksasa perusahaan) di cetuskan oleh Charles Taze Russell pada tahun 1897 untuk menyebut perusahaan-perusahaan besar nasional pada waktu itu. Pada tahun 1960-an, kedua istilah tadi dijadikan sinonim oleh para ekonom dan ilmuan sosial lainnya. Ekonom Theodore Levitt diakui secara luas sebagai pencipta istilah kata “globalisasi” melalui artikelnya yang berjudul “Globalization Of Markets”, artikel ini terbit di Harvad Bussiness Review edisi mei-juni 1983. [1] oleh karenanya definisi dari globalisasi yang tepat harus mencakup beberapa element sekaligus, yakni mengenai Jangkauan, intensitas, kecepatan dan pengaruh.

Meski sejumlah pihak menyatakan bahwa globalisasi berawal di era modern, beberapa pakar lainnya melacak  sejarah globalisasi sampai sebelum zaman penemuan eropa dan pelayaran kedunia baru. Ada pula pakar yang mencatat terjadinya globalisasi pada milenium ketiga sebelum masehi. Pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20 keterhubungan ekonomi dan budaya dunia berlangsung sangat cepat.

Sejauh ini globalisasi memiliki penafsiran yang cukup beragam, dimana para ahli mencoba untuk mendeskripsikan globalisasi dari masing-masing spesialisasi keilmuannya. Namun dalam realiras empirik menunjukan bahwa globalisasi ini menunjukkan pertauran ekonomi dan budaya yang mendunia, hal ini tidak lepas dari pengetahuan dan canggihnya tekhnologi yang terus berkembang dan mengalami perubahan setiap saat. Oleh sebab itu globalisasi itu sendiri memiliku pengaruh yang kuat dalam membentuk suatu budaya dalam kehidupan bermasyakat, sehingga dampak dari globalisasi itu sendiri cukup besar pengaruhnya terhadap pola berpikir, bertindak, sikap, emosional, dan lebih luas lagi mencakup terhadap budaya yang berkembang. Globalisasi itu sendiri memiliki pengaruh terhadap proses perkembangan ekonomi dan budaya, begitu pula sebaliknya bahwa ekonomi dan budaya juga mempengaruhi terhadap pergerakan dari globalisasi itu sendiri.

Posisi Pendidikan di Era Global

Pendidikan juga memiliki peranan yang sangat penting dalam bentuk dan proses globalisasi itu sendiri, globalisasi tidak terlepas merupakan hasil karya manusia berbentuk pengetahuan dan tekhnologi, sehingga berkembangnya sesuatu di era global tidak terlepas dari peran pendidikan sebagai wahana tranformasi pengetahuan dan tekhnologi.

Ada tiga pandangan mengenai posisi pendidikan dalam arus globalisasi yang kemudian memberikan pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan manusia. Antara lain adalah:

Pertama : kehidupan manusia dalam berbagai aspeknya dikuasai oleh materialisme atau kekuatan uang dengan mengenyampingkan nilai-nilai moral kemanusiaan “the survival of the fittest”. Ini artinya bahwa kehidupan bagaikan kompetisi tanpa akhir yang pada akhirnya kelompok yang terpinggirkan dan termarginalisasi baik dari segi ekonomi, sosial, politik, dan untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas, posisi yang ikut hanyut dalam gelombang globalisasi ini, berarti hilangnya identitas individu, kelompok, dan negara budaya yang pada gilirannya akan menghegemoni kehidupan.

Kedua : mengambil sikap menentang dan mengharamkan segala bentuk perubahan yang datang dari luar. Aliran ini memandang arus globalisasi akan merusak dan sangat berbahaya bagi identitas seseorang. Maka lahirlah bentuk-bentuk perlawanan dari posisi seperti etnosentris dan berbagai bentuk fundalisme, yang kemudian dalam perkembangannya mengarah kepada sikap ekstrimisme yang memberikan sikap ekstrim, dan lahirnya terorisme yang dipicu oleh rasisme dan fundamentalisme.

Ketiga: melihat globalisasi yang melanda dunia saat ini sebagai arus yang tidak dapat dihindarkan, namun gerakannya lantas tidak hanyut didalamnya, akan tetapi memilih berhati-hati terhadap yang datang dari luar. Sikap kritis itu tidak lain dari pada kesadaran akan identitas diri sendiri yang memiliki nilai-nilai budaya serta simbol-simbol kehidupan dimasyarakatnya sendiri sehingga kemudian disesuaikan dengan jati diri dan nilai luhur budayanya. Sikap ini hanya akan tumbuh dari kesadaran akan identitas diri, dan harga diri seseorang. Manusia yang memiliki kesadaran akan dirinya dan harga dirinya akan terlepas dari kekuasaan  yang menindas dirinya, dan proses penyadaran itu akan didapatkan melalui pendidikan yang berorientasi pada pembebasan.[2]

Ketiga unsur diatas memberikan corak yang sangat berbeda dalam proses perkembangan pendidikan, sehingga arus globalisasi dan posisi pendidikan memiliki ruang yang sangat berbeda pada satu sisi, sementara pada sisi yang lain keduanya memiliki pertautan yang saling mempengaruhi.

Berbagai pandangan mengenai globalisasi, secara esensial seluruhnya merambah pada kekuatan kapital yang mempengaruhi otoritas politik dan budaya, sehingga globalisasi itu sendiri satu sisi menjadai ancaman dan pada sisi yang lain memudahkan kehidupan manusia ditengah derasnya akan perubahan.

Deengan dikontrol dengan sedikit pemain, globalisasi mempromosikan suatu kepentingan atau interest global dari pemain tersebut. Globalisasi terjadi tidak seimbang dan hanya memberi keuntungan untuk golongan menengah dan atas, khsususnya di daerah perkotaan. Sementara masyarakat pedesaan dan golongan rakyat kecil bukan menjadi sasaran globalisasi. Ketidaksamarataan pendapatan global baik antar maupun di dalam negara-negara itu sendiri menyebabkan kecenderungan kecemburuan sosial dan ancaman terhadap ummat manusia. Sebagaimana di jelaskan oleh PBB sebagai berikut:

Mengalirnya arus budaya yang tidak seimbang pada masa ini karena berat sebelah pada satu sisi saja, yaitu dari negara kaya ke negara miskin. Ekspor terbesar di Amerika Serikat bukanlah pesawat terbang atau automobil, melainkan ekspor hiburan-hiburan. Film-film hollywood yang telah mendapatkan keuntungan lebih besar dari 30 juta dollar dari seluruh penjuru dunia pada tahun 1997. Meluasnya jaringan media global dan tekhnologi satelit komunikasi membangkitkan medium global baru yang berkekuatan super, jumlah dari televisi pribadi yang dimiliki 1000 orang hampir berjumlah 2 kali lipanya antara tahun 1980 dan 1995 dari jumlah 121 menjadi 238. Penyebaran merk-merk produk global seperti Nike, Sony, telah membentuk standart baru dari Delhi ke Warsawa kemudian ke Reo de Jainero. Serangan dari budaya asing seperti itu membuat budaya masing-masing bangsa berada dalam resiko dan akan membuat masyarakat luas kehilangan identitas budaya mereka.[3]

Adanya globalisasi itu sendiri apakah akan menjadi ancaman, peluang, tantangan, kelemahan terhadap budaya bangsa-bangsa, atau justru sebaliknya? Oleh sebab itu kerasnya arus globalisasai, dengan cepat merambah keseluruh aspek kehidupan manusia, terutama dalam aspek sosial budaya, ekonomi, politik dan ideologi, sehingga menjadi sangat penting dari peran pendidikan dalam rangka mengontrol sistem pendidikan itu sendiri dari derasnya arus globalisasi.

Terlepas dari itu semua, salah satu ujung tombak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah pendidikan, dimana pendidikan yang akan mencoba melakukan filter terhadap arus global, dan memberikan pengarahan, bimbingan terhadap peserta didik, dalam rangka memanusiakan manusia.
Pendidikan ditengah arus globalisasi akan menjadi sentral yang kuat dengan mengacu pada kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dimana pesatnya pengetahuan dan mudahnya sebuah ideologi barat, tentu menjadi ancaman tersendiri. Liberalisme, kapiltalisme, materialistik dan ideologi yang lain menjadi cukup besar pengaruhnya, terutama di wilayah ketimuran, termasuk Indonesia yang acapkali menjadi sasaran empuk dari pesatnya ideologi yang ditularkan oleh masyarkat barat. Sementara itu masyarakat timur yang masih kuat memegang erat ketimuran dengan nilai-nilai religiusnya, sangat dikwatirkan akan terjebak dalam arus globalisasi dengan konsep kapitalismenya.

Disinilah peran dan fungsi pendidikan sebagai kontrol, sekaligus sebagai bentuk implementasi nilai-nilai ketimuran yang religius, serta sebagai bentuk upaya melestarikan budaya bangsa melalui konsep pembelajaran yang bermutu. Sehingga posisi dari suatu pendidikan itu sendiri sebagai cakar budaya untuk terus melanjutkan dan melestarikan budaya bangsa sesuai dengan perubahan-perubahan kearah yang lebih baik 

Sumber Rujukan
Amer Al-Roubaie, Globalisasi dan Posisi Peradaban Islam, Majalah Islamia, Edisi 33, Jakarta, Khairul Bayan, 2005
Wikipedia.org, diakses pada 20 januari 2015
http//kompasiana.com, Faiz Al Jawahir, Pendidikan Kritis Sebagai Alternatif Menghadapi Arus Globalisasi, di akses pada 19 januari 2015




[1] Wikipedia.org, diakses pada 20 januari 2015
[2] http//kompasiana.com, Faiz Al Jawahir, Pendidikan Kritis Sebagai Alternatif Menghadapi Arus Globalisasi, di akses pada 19 januari 2015
[3] Amer Al-Roubaie, Globalisasi dan Posisi Peradaban Islam, Majalah Islamia, Edisi 33, Jakarta, Khairul Bayan, 2005, hal 13-14
Read more ...

Integralisasi Nilai-Nilai Pendidikan Sebagai Tiang Pembangunan Peradaban

Dasar Pemikiran

Dalam dunia pendidikan kita saat ini, seiring dengan perkembangan zaman, seringkali dipertontonkan kekerasan yang melanda dunia pendidikan kita. Dengan berkembangnya tekhnologi-informasi sebagai sarana untuk memudahkan dan memajukan pendidikan, justru kadangkala harus berbuah pahit. Banyak peristiwa-peristiwa yang tidak manusiawi yang cukup memprihatinkan, terutama dikalangan remaja sebagai penerus bangsa.

Perkembangan dan perjalanan pendidikan itu terus melakukan upaya-upaya perubahan, supaya dalam proses pembelajaran menemukan bentuk yang efektif dan efisien, salah satu perubahan yang dilakukan oleh pemerintah dengan merubah Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan ( KTSP ) yang mulai diterapkan pada tahun 2006 lalu, dan sekarang bergeser menjadi kurikulum 2013, walalupun kebijakan pemerintah saat ini masih simpang siur mengenai kurikulum 2013 mengenai bentuk implementasinya. Fenomena ide dasar munculnya pendidikan gratis, pendidikan untuk rakyat seluruh Indonesia, dan masih banyak lagi sederatan konsep yang diperuntukkan bagi peningkatan mutu pendidikan, justru pendidikan kita masih tertinggal dari negara tetangga. Pendidikan di Indonesia masih dalam urutan yang ke 69, sedang malaysia sudah urutan ke 65, dan Brunai Darussalam urutan ke 34.[1]

Era modernisasi dengan ditandai pesatnya pengetahuan dan tekhnologi-informasi secara drastis, acapkali membuat kita kelabakan, banyak problem yang muncul dalam dunia pendidikan kita, seperti guru yang masih gaptek, guru yang dipaksakan untuk mengajar, sehingga mengenyampingkan nilai-nilai profesionalitas, guru dengan konsep pembelajaran yang kaku dan pasif, serta masih banyak lainnya yang tidak relevan dengan konstek kekinian. Perlunya pembenahan dalam dunia pendidikan  kita dari berbagai aspek, sehingga evaluasai, introspeksi, dan proyeksi kedepan menjadi catatan kinerja dari semua pihak, baik pemerintah, guru sebagai aktor intelektual pendidikan, dan masyarakat sebagai penguat dari berjalannya roda pendidikan kita.

Maju dan berkembangnya suatu negara tidak lepas dari peran dan fungsi pendidikan, karena dengan pendidikan itulah proses tranformasi ilmu, akhlag, dan pembentukan suatu budaya dalam masyarakat menjadi salah satu karakter bangsa. Maju dan tidaknya suatu negara, kita bisa melihat bagaimana pendidikan sebagai ujung tombak untuk menjadikan generasi penerus sebagai aset bangsa, dengan membina, mengarahkan dan mendidik peserta didik dengan keseimbangan antara pembentukan pola berpikir ( mindset ) atau pembangunan intelektual peserta didik, pembangunan mental, dan pembangunan keterampilan ( softskill ), tiga hal tersebut menjadi perhatian para guru secara terus menerus, sehingga para guru dengan lebih mudah mengembangkan, mengarahkan, dan mengantarkan para peserta didik menuju manusia yang memanusiakan manusia ( humanisme ).

Disinilah kemudian perlu untuk digaris bawahi, bahwa integralisasi nilai-nilai pendidikan sebagai tiang pembangunan peradaban. Pendidikan yang maju tidak hanya cerdas secara intektual, tetapi juga cerdas secara emosional dan spritual, sehingga pencapaian atau tolak ukur dari pendidikan itu sendiri, betul-betul dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, dan mengantarkan para peserta didik untuk menjadi masyarakat yang taat akan nilai-nilai ideologis pancasila dengan rasa toleransi yang tinggi, dan memegang erat budaya ketimuran.

Dengan demikian bahwa pendidikan adalah upaya sadar semua pihak, dalam rangka mencerdaskan anak bangsa, dan ikut serta dalam cita-cita membangun peradaban ummat manusia.

Integralisasi Nilai-Nilai Pendidikan

Nilai-nilai pendidikan dalam kehidupan masyarakat, pada kenyataanya tidak lepas dari empat hal yang bergerak secara simultan, empat hal tersebut yakni pertama aspek ekonomi sebagai salah satu dasar dari kehidupan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan biologis, sehingga peran ekonomi itu sendiri dalam kehidupan bermasyarakat akan menentukan pada stratifikasi sosial, sehingga miskin dan kaya menjadi perbedaan yang cukup jauh, baik dari sikap, pemikiran maupun tingkah laku dalam kesehariannya. Kedua aspek pendidikan. Pendidikan merupakan upaya sadar bagi setiap manusia untuk meningkatkan kualitas diri dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan mengembangkan, serta menggali seluruh potensi yang dimiliki, baik potensi yang bawaan dari lahiriah maupun potensi yang dikembangkan dalam lingkungan pendidikan. Ketiga aspek ideologi, beragam pendapat dan pemahaman mengenai ideologi, hal ini bergantung pada pemahaman dan kapasitas pemikiran manusia. Secara umum ideologi merupakan pandangan hidup manusia yang kemudian menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari, sehingga adanya sebuah ideologi tidak lepas dari pemikiran dan perkembangan manusia dalam menjalani kehidupan ini. Keempat aspek politik dimana setiap manusia pada hakekatnya adalah makhluk yang berpolitik zon politicon, secara spesifik bahwa politik yang dimaksud adalah bahwa manusia harus memiliki strategi hidup dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya dalam sehari-hari, sementara secara umum bahwa manusia terus berupaya membentuk dirinya sendiri, dengan tujuan meningkatkan eksistensi diri sebagai pemimpin dimuka bumi ini.

Ekonomi, Pendidikan, Ideologi, dan Politik merupakan sesuatu yang saling bersinggungan satu sama lain dalam setiap langkah kehidupan manusia, pada taraf yang paling rendah, manusia hanya berpikir tentang ekonomi saja, mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali tidak lain hanyalah ekonomi yang menjadi ingatan dalam memori hidupnya, sedikit ditarik keatas lagi yakni pendidikan, dimana pendidikan menjadi kebutuhan primer untuk meningkatkan kualitas diri manusia, karena dengan pendidikan pengalaman dan pengetahuan terhadap segala sesuatu menjadi cita-cita ideal dalam menyempurnakan hidup. Kemudian ideologi, setiap manusia pada hakekatnya memiliki ideologi masing-masing sesuai dengan pemahaman dan kapasitas berpikirnya. Ideologi itu sendiri sebagai pandangan dan pedoman hidup sesuai dengan keyakinan masing-masing ummat manusia. Dalam konstek ke Indonesia-an, ideologi dasar dalam hidup berbangsa dan bernegara adalah ideologi Pancasila, dengan konsepsi Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu, setelah diurai dengan sedemikian rupa, keyakinan itu dipetakan oleh K.H. Abdurrahman Wahid, panggilan akrabnya Gus Dur, menjadi lima agama yang di sahkan di negeri ini, lima agama tersebut, yakni Islam sebagai agama mayoritas, Kristen, Hindu, Budha,  dam khonghucu. Kemudian manusia terus melakukan upaya untuk meningkatkan taraf kehidupannya, dengan tujuan untuk mencapai eksistensi sebagai kholifah dimuka bumi, disinilah manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk yang berpolitik, dengan cara berkelompok untuk mencapai suatu tujuan yang dicita-citakan, oleh karena itu konsepsi ilmu sosial dan politik menjadi suatu kajian dalam berbagai aspek, sehingga politik itu sendiri diorganisir sebagai salah satu perwakilan aspirasi masyarakat, guna meningkatkan taraf hidup.
Empat hal diatas pada akhirnya memiliki peran dan fungsi masing-masing, ekonomi sebagai pemenuhan kebutuhan hidup secara biologis, pendidikan sebagai wahana menggali dan mengembangkan potensi manusia dalam rangka meningkatkan kualitas SDM, ideologi sebagai petunjuk dan pedoman bagi ummat manusia, dan politik dengan tujuan untuk meraih kekuasaan. Semuanya memiliki nilai dalam kapasitas yang berbeda, sehingga empat hal tersebut bisa diraih melalui tahapan-tahapan dalam pendidikan dan pembelajaran manusia untuk meningkatkan kualitas diri. Menurut para ahli dalam definisi nilai, bisa digambarkan sebagai berikut:

Menurut Ralp Perry “value is any object of any interest” yang berarti nilai merupakan suatu objek dari suatu minat individu.
Menurut Jhon Dewey “value is any object of social interest” yang berarti sesuatu yang bernilai apabila disukai dan dibenarkan oleh sekelompok manusia (sosial), dalam hal ini mengacu pada kesepakatan sosial ( masyarakat, antar manusia, termasuk negara ).
Menurut Sidi Gazalba mengartikan nilai dengan sesuatu yang bersifat abstrak dan ideal.[2]

Dalam konstruksi nilai ini, pendidikan menjadi salah satu upaya sadar, yang diyakini keberadaannya untuk meningkatkan taraf hidup manusia, dengan pendidikan manusia bisa membedakan mana yang baik dan buruk, dengan pendidikan pula meningkatnya sumber daya manusia (SDM) sebagai salah satu aset bangsa yang tak tergantikan. Nilai-nilai pendidikan ditengah-tengah kehidupan masyarakat sesungguhnya sudah mengakar, terlepas apakah hal itu negatif ataupun positif, dengan segala kekurangan dan kelebihannya, dan juga ikut serta dalam pembangunan budaya dalam setiap daerah yang berbeda.

Pesatnya perkembangan pengetahuan dan tekhnologi informasi, sangat mempengaruhi terhadap perkembangan budaya dewasa ini, di Indonesia, khususnya di daerah jawa para peneliti memberikan gambaran tradisi masyarakat dalam tiga kategori, pertama masyarakat yang disebut abangan, kedua masyarakat yang disebut kaum santri, dan yang ketiga masyarakat yang disebut kaum priyayi. Masyarakat abangan yang mewakili unsur animistik dan sinkretisme jawa secara meyeluruh. Masyarakat kaum santri yang menekankan unsur agama, khususnya Islam yang berkaitan dengan unsur pedagang dan berkaitan dengan lapisan petani, dan kaum priyayi yang menekankan unsur hinduisme, yang sangat erat kaitannya dengan masyarakat atas dan dekat dengan birokrasi.[3]

Jika hal-hal diatas dikaitkan dengan perkembangan budaya dalam suatu masyarakat, maka sesungguhnya tidak lepas dari bentuk pendidikan keluarga, sebagai peletak dasar dari pembentukan karakter, sehingga berkembangnya suatu budaya dalam saetiap daerah, saling mempengaruhi satu sama lain. Nilai-nilai pendidikan dalam keluarga, mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan peserta didik, dimana anak yang lahir secara suci sangat bergantung kepada kedua orang tuanya untuk memberikan pemahaman dan arahan dalam menjalani hidup selanjutnya, disamping itu pula pengaruh lingkungan pergaulan antar manusia juga bisa membentuk kebiasaan-kebiasaan yang dibiasakan, yang kemudian ditradisikan dengan kesamaan persepsi secara komunal, sehingga hal tersebut menjadi suatu kebenaran yang dipegang teguh dan dilestarikan secara turun temurun.

Integralisasi nilai dalam pendidikan, hakekatnya bentuk dari keseimbangan antara pikiran, hati, dan tindakan. Tiga hal itu diharapkan mampu berjalan seimbang dan terjadi harmonisasi dalam satu wujud, yang kemudian akan menuntun diri menuju kebenaran dengan petunjuk Tuhannya. Nilai-nilai pendidikan itu secara abstrak berkembang dalam diri peserta didik,  dan diharapkan mampu ditularkan pada masyarakat sekitar untuk menciptakan perubahan yang lebih baik, tentu saja perubahan yang diharapkan adalah kemajuan berpikir, emosional, dan spritual, sehingga hal itu berjalan secara seimbang dalam diri peserta didik.

Oleh sebab itu integralisasi nilai-nilai pendidikan mencakup tiga hal yang merupakan kesatuan yang tak terpisahkan, yakni kecerdasan kognitif yang berkaitan erat dengan perubahan dan perkembangan intelektual peserta didik, kecerdasan afektif yang berhubungan dengan kondisi psikologis peserta didik dan membentuk kepribadian yang berakhlaq mulia, sopan santun, rendah hati, dermawan, suka menolong dan seterusnya. Dan yang terakhir kecerdasan psikomotorik yang berhubungan dengan skill atau kemampuan peserta didik, cakap dan terampil sebagai bekal hidup berbangsa dan bernegara.

Pendidikan Sebagai Tiang Pembangunan Peradaban  

Pendidikan merupakan kunci keberhasilan dan kesuksesan disegala bidang, maju dan berkembangnya suatu negara, tidak lepas dari peran dan fungsi pendidikan yang ikut serta membangun peradaban masyarakat.

Nilai-nilai pendidikan dibangun disuatu bangsa atau negara, semakin negara memikirkan dan memajukan dunia pendidikan, semakin berkembang pula suatu negara. Bangsa yang maju dan modern adalah bangsa yang unggul peradabannya. Peradaban adalah bentuk budaya paling tinggi dalam suatu kelompok masyarakat yang membedakan secara nyata dari makhluk-makhluk lainnya. Peradaban mencerminkan kualitas kehidupan manusia dalam masyarakat. Kualitas diukur dari ketentraman ( human security ), kedamaian ( Peacefull ), keadilan ( Justice ) dan kesejahteraan ( walfare ) yang merata.[4]

Peradaban itu sendiri merupakan puncak pengembangan pengetahuan manusia yang melekat dalam kehidupan sehari-hari, dimana suatu peradaban yang berkembang dalam suatu masyarakat, dibangun atas dasar nilai pendidikan yang berkembang di suatu Negara. Oleh sebab itu indikator majunya suatu bangsa, bisa dilihat dari maju atau tidaknya suatu sistem pendidikan dalam sebuah negara, sehingga dengan nilai-nilai pendidikan tersebut akan di ketahui seberapa tinggi kualitas SDM dalam suatu negara. Ada banyak fenomena yang menunjukkan bahwa banyaknya sarjana bahkan pascasarjana yang kemudian menjadi pengangguran intelektual, akibat dari pengelolaan sistem negara yang tidak seimbang. Misalnya kepadatan penduduk yang tidak berimbang dengan lapangan pekerjaan, dan pekerjaan yang tidak berimbang dengan upah, sehingga seringkali terjadi bentrok antara masyarakat buruh dengan perusahaan, bahkan dengan pemerintah. Disinilah perlunya untuk terus melakukan evaluasi di segala bidang, baik bidang ekonomi, pendidikan, ideologi maupun politik, sehingga dari empat hal yang mendasar tersebut mampu berjalan beriringan dan seimbang satu sama lain.
Peradaban itu bisa dicapai dengan hasil pendidikan yang bermutu, proses pendidikan yang bermutu mengacu pada lembaga pendidikan dalam mengintegrasikan, mendistribusikan, mengelola, dan mendayagunakan sumber-sumber pendidikan secara optimal, sehingga dapat meningkatkan kemampuan belajar lulusannya.

Berkembangnya pemikiran dan pendidikan di Eropa Barat telah menyebarluas ke penjuru dunia, tidak bisa dinafikan di Indonesia budaya Barat itu sendiri juga sudah measuk dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat, seperti yang diintisarikan oleh Al-Faruqi mengenai permasalahan ummat Muslim secara umum yaitu: “berlawanan dari pengaruhnya yang luas dan dirasakan dimana-mana, ummat Muslim terus berlomba dengan waktu untuk bersaing dengan negara-negara lain. Mereka telah meraih kemajuan yang pesat dalam waktu singkat semenjak mereka meraih kemerdekaan negara setelah perang dunia ke II. Tapi masalahnya adalah pendidikan mereka. Untuk menyadarkan mereka tentang identitas asli mereka, budaya dan peradaban mereka, juga bagaimana meningkatkan kemauan mereka untuk mencapai tujuan dengan tangan mereka sendiri. Catatan mereka (ummat Muslim) selama dekade terakhir sering naik turun. Bahkan beberapa di antara mereka sudah sangat terikat dengan ideologi-ideologi barat.[5]

Kerasnya budaya Eropa Barat yang kemudian mengikat suatu negara dengan bentuk Ideologinya, seperti westernisasi, kapitalisme, materialisme, telah mengubah cara pandang masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim ini. Disinilah kemudian lemahnya pendidikan kita, untuk bisa bersaing dan memfilter pengaruh budaya barat yang tidak sesuai dengan konstek ketimuran, khususnya di Indonesia sendiri, yang masih terus melestarikan budaya ketimuran.

Pendidikan merupakan sumber utama untuk terus berupaya meningkatkan SDM, melestarikan budaya, meningkatkan kualitas pengetahuan, dan memberikan konstribusi bagi perubahan dan perkembangan dalam suatu masyarakat. Lemahnya pendidikan kita, harus diakui menjadi catatan tersendiri untuk terus mengevaluasi dan memperbaiki diri dari segala aspek, baik hal-hal yang menyangkut profesionalisme guru, meningkatkan sarana dan prasarana guna mempermudah proses belajar mengajar, dan berupaya menyadarkan masyarakat akan pentingnya pendidikan, sebagai salah satu upaya untuk membangun peradaban. Peradaban tersebut akan terbentuk dengan pengetahuan, dan proses transformasi pengetahuan ialah dengan pendidikan, sehingga kematangan berpikir masyarakat akan menciptakan rasa saling menghargai, membangun kasih sayang antar sesama ummat manusia, dan tentu saja bersama-sama membangun kesejahteraan ekonomi secara berkesinambungan.
Dengan demikian integrasi nilai-nilai pendidikan, merupakan kesatuan yang komprehensif, dimana satu sama lain saling mendukung untuk terciptanya suasana belajar mengajar yang aman dan nyaman, sehingga peserta didik dengan mudah memahami pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan intelektual, emosional dan spritual, sehingga peserta didik akan cerdas secara jasmani, dan cerdas secara ruhani.

Sumber Rujukan
Amer Al-Roubaie, Globalisasi dan Posisi Peradaban Islam, Islamia, Edisi 33, Jakarta: Khairul Bayan, 2005
Arif Nazar Nasucha, Beberapa Definisi Nilai Dalam Pendidikan Nilai, http//manusiapinggiran.blogspot.com, di akses pada 25 Januari 2015
Eka Darma Putera, Integrasi Nilai, http//leimena.org, di akses pada 25 Januari 2015
Maedi, Hakikat Pendidikan dan Pembangunan Peradaban, http//maediani.blogspot.com, di akses pada 26 Januari 2015
Teacher Employment dan Deployment World Bank, 2007



[1] Sumber : Teacher Employment dan Deployment World Bank, 2007
[2] Arif Nazar Nasucha, Beberapa Definisi Nilai Dalam Pendidikan Nilai, http//manusiapinggiran.blogspot.com, di akses pada 25 Januari 2015
[3] Eka Darma Putera, Integrasi Nilai, http//leimena.org, di akses pada 25 Januari 2015
[4] Maedi, Hakikat Pendidikan dan Pembangunan Peradaban, http//maediani.blogspot.com, di akses pada 26 Januari 2015
[5] Amer Al-Roubaie, Globalisasi dan Posisi Peradaban Islam, Islamia, Edisi 33, Jakarta: Khairul Bayan, 2005, hal. 22
Read more ...
Designed By Faisol Akhmad