Home

Monday, August 17, 2015

Globalisasi dan Posisi Pendidikan ( Pendidikan di Tinjau Dari Perspektif Kultur )

Dasar Pemikiran

Roda kehidupan yang terus berputar ini, menjadi sebuah pemebelajaran yang dinamis, dimana perubahan dan perkembangan kehidupan terasa semakin jauh dari nilai-nilai etika dan estetika. Pesatnya perkemabangan pengetahuan dan mudahnya akses informasi sangat memudahkan bagi peserta didik maupun masyarakat menerima secara mentah kultur barat yang mulai merambah pada kultur ketimuran dengan cukup pesat.

Globalisasi merupakan bentuk dari persaingan antar dunia, baik pada aspek ekonomi, budaya, agama, ras, bahasa, suku, dan lain sebagainya. Mudahnya akses informasi memberikan damapak tersendiri terhadap pola pemikiran dan tingkah laku ummat manusia, sehingga dengan adanya globalisasi tersebut terkesan tidak ada batas dalam konstek pertautan pengertahuan dan percampuran budaya yang berkembang saat ini. Dalam konsteks pendidikan khususnya di Indonesia, menjadi suatu tuntutan zaman bahwa pendidikan tidak hanya bersaing di kancah nasional saja, namun lebih jauh lagi bahwa pendidikan juga harus bersaing dalam kancah internasional.

Globalisasi merupakan proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan dunia, produk pemikiran dan aspek-aspek budaya lainnya. Kemajuan infrastruktur transportasi dan telekomunikasi, termasuk kemunculan telegraf dan internet merupakan faktor utama dalam globalisasi yang semakin mendorong saling ketergantungan (interdepedensi) aktivitas ekonomi dan budaya.

Secara etimologis kata globalisasi berasal dari kata globalize yang mengacu pada kemunculan jaringan sistem sosial dan ekonomi berskala internasional. Istilah ini pertama kali digunakan sebagai kata benda dalam sebuah tulisan berjudul toward new education. Kata globalisasi disini menunjukkan pandangan pengalaman manusia secara menyeluruh dibidang pendidikan. Istilah serupa, corporate giants (raksasa perusahaan) di cetuskan oleh Charles Taze Russell pada tahun 1897 untuk menyebut perusahaan-perusahaan besar nasional pada waktu itu. Pada tahun 1960-an, kedua istilah tadi dijadikan sinonim oleh para ekonom dan ilmuan sosial lainnya. Ekonom Theodore Levitt diakui secara luas sebagai pencipta istilah kata “globalisasi” melalui artikelnya yang berjudul “Globalization Of Markets”, artikel ini terbit di Harvad Bussiness Review edisi mei-juni 1983. [1] oleh karenanya definisi dari globalisasi yang tepat harus mencakup beberapa element sekaligus, yakni mengenai Jangkauan, intensitas, kecepatan dan pengaruh.

Meski sejumlah pihak menyatakan bahwa globalisasi berawal di era modern, beberapa pakar lainnya melacak  sejarah globalisasi sampai sebelum zaman penemuan eropa dan pelayaran kedunia baru. Ada pula pakar yang mencatat terjadinya globalisasi pada milenium ketiga sebelum masehi. Pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20 keterhubungan ekonomi dan budaya dunia berlangsung sangat cepat.

Sejauh ini globalisasi memiliki penafsiran yang cukup beragam, dimana para ahli mencoba untuk mendeskripsikan globalisasi dari masing-masing spesialisasi keilmuannya. Namun dalam realiras empirik menunjukan bahwa globalisasi ini menunjukkan pertauran ekonomi dan budaya yang mendunia, hal ini tidak lepas dari pengetahuan dan canggihnya tekhnologi yang terus berkembang dan mengalami perubahan setiap saat. Oleh sebab itu globalisasi itu sendiri memiliku pengaruh yang kuat dalam membentuk suatu budaya dalam kehidupan bermasyakat, sehingga dampak dari globalisasi itu sendiri cukup besar pengaruhnya terhadap pola berpikir, bertindak, sikap, emosional, dan lebih luas lagi mencakup terhadap budaya yang berkembang. Globalisasi itu sendiri memiliki pengaruh terhadap proses perkembangan ekonomi dan budaya, begitu pula sebaliknya bahwa ekonomi dan budaya juga mempengaruhi terhadap pergerakan dari globalisasi itu sendiri.

Posisi Pendidikan di Era Global

Pendidikan juga memiliki peranan yang sangat penting dalam bentuk dan proses globalisasi itu sendiri, globalisasi tidak terlepas merupakan hasil karya manusia berbentuk pengetahuan dan tekhnologi, sehingga berkembangnya sesuatu di era global tidak terlepas dari peran pendidikan sebagai wahana tranformasi pengetahuan dan tekhnologi.

Ada tiga pandangan mengenai posisi pendidikan dalam arus globalisasi yang kemudian memberikan pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan manusia. Antara lain adalah:

Pertama : kehidupan manusia dalam berbagai aspeknya dikuasai oleh materialisme atau kekuatan uang dengan mengenyampingkan nilai-nilai moral kemanusiaan “the survival of the fittest”. Ini artinya bahwa kehidupan bagaikan kompetisi tanpa akhir yang pada akhirnya kelompok yang terpinggirkan dan termarginalisasi baik dari segi ekonomi, sosial, politik, dan untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas, posisi yang ikut hanyut dalam gelombang globalisasi ini, berarti hilangnya identitas individu, kelompok, dan negara budaya yang pada gilirannya akan menghegemoni kehidupan.

Kedua : mengambil sikap menentang dan mengharamkan segala bentuk perubahan yang datang dari luar. Aliran ini memandang arus globalisasi akan merusak dan sangat berbahaya bagi identitas seseorang. Maka lahirlah bentuk-bentuk perlawanan dari posisi seperti etnosentris dan berbagai bentuk fundalisme, yang kemudian dalam perkembangannya mengarah kepada sikap ekstrimisme yang memberikan sikap ekstrim, dan lahirnya terorisme yang dipicu oleh rasisme dan fundamentalisme.

Ketiga: melihat globalisasi yang melanda dunia saat ini sebagai arus yang tidak dapat dihindarkan, namun gerakannya lantas tidak hanyut didalamnya, akan tetapi memilih berhati-hati terhadap yang datang dari luar. Sikap kritis itu tidak lain dari pada kesadaran akan identitas diri sendiri yang memiliki nilai-nilai budaya serta simbol-simbol kehidupan dimasyarakatnya sendiri sehingga kemudian disesuaikan dengan jati diri dan nilai luhur budayanya. Sikap ini hanya akan tumbuh dari kesadaran akan identitas diri, dan harga diri seseorang. Manusia yang memiliki kesadaran akan dirinya dan harga dirinya akan terlepas dari kekuasaan  yang menindas dirinya, dan proses penyadaran itu akan didapatkan melalui pendidikan yang berorientasi pada pembebasan.[2]

Ketiga unsur diatas memberikan corak yang sangat berbeda dalam proses perkembangan pendidikan, sehingga arus globalisasi dan posisi pendidikan memiliki ruang yang sangat berbeda pada satu sisi, sementara pada sisi yang lain keduanya memiliki pertautan yang saling mempengaruhi.

Berbagai pandangan mengenai globalisasi, secara esensial seluruhnya merambah pada kekuatan kapital yang mempengaruhi otoritas politik dan budaya, sehingga globalisasi itu sendiri satu sisi menjadai ancaman dan pada sisi yang lain memudahkan kehidupan manusia ditengah derasnya akan perubahan.

Deengan dikontrol dengan sedikit pemain, globalisasi mempromosikan suatu kepentingan atau interest global dari pemain tersebut. Globalisasi terjadi tidak seimbang dan hanya memberi keuntungan untuk golongan menengah dan atas, khsususnya di daerah perkotaan. Sementara masyarakat pedesaan dan golongan rakyat kecil bukan menjadi sasaran globalisasi. Ketidaksamarataan pendapatan global baik antar maupun di dalam negara-negara itu sendiri menyebabkan kecenderungan kecemburuan sosial dan ancaman terhadap ummat manusia. Sebagaimana di jelaskan oleh PBB sebagai berikut:

Mengalirnya arus budaya yang tidak seimbang pada masa ini karena berat sebelah pada satu sisi saja, yaitu dari negara kaya ke negara miskin. Ekspor terbesar di Amerika Serikat bukanlah pesawat terbang atau automobil, melainkan ekspor hiburan-hiburan. Film-film hollywood yang telah mendapatkan keuntungan lebih besar dari 30 juta dollar dari seluruh penjuru dunia pada tahun 1997. Meluasnya jaringan media global dan tekhnologi satelit komunikasi membangkitkan medium global baru yang berkekuatan super, jumlah dari televisi pribadi yang dimiliki 1000 orang hampir berjumlah 2 kali lipanya antara tahun 1980 dan 1995 dari jumlah 121 menjadi 238. Penyebaran merk-merk produk global seperti Nike, Sony, telah membentuk standart baru dari Delhi ke Warsawa kemudian ke Reo de Jainero. Serangan dari budaya asing seperti itu membuat budaya masing-masing bangsa berada dalam resiko dan akan membuat masyarakat luas kehilangan identitas budaya mereka.[3]

Adanya globalisasi itu sendiri apakah akan menjadi ancaman, peluang, tantangan, kelemahan terhadap budaya bangsa-bangsa, atau justru sebaliknya? Oleh sebab itu kerasnya arus globalisasai, dengan cepat merambah keseluruh aspek kehidupan manusia, terutama dalam aspek sosial budaya, ekonomi, politik dan ideologi, sehingga menjadi sangat penting dari peran pendidikan dalam rangka mengontrol sistem pendidikan itu sendiri dari derasnya arus globalisasi.

Terlepas dari itu semua, salah satu ujung tombak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah pendidikan, dimana pendidikan yang akan mencoba melakukan filter terhadap arus global, dan memberikan pengarahan, bimbingan terhadap peserta didik, dalam rangka memanusiakan manusia.
Pendidikan ditengah arus globalisasi akan menjadi sentral yang kuat dengan mengacu pada kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dimana pesatnya pengetahuan dan mudahnya sebuah ideologi barat, tentu menjadi ancaman tersendiri. Liberalisme, kapiltalisme, materialistik dan ideologi yang lain menjadi cukup besar pengaruhnya, terutama di wilayah ketimuran, termasuk Indonesia yang acapkali menjadi sasaran empuk dari pesatnya ideologi yang ditularkan oleh masyarkat barat. Sementara itu masyarakat timur yang masih kuat memegang erat ketimuran dengan nilai-nilai religiusnya, sangat dikwatirkan akan terjebak dalam arus globalisasi dengan konsep kapitalismenya.

Disinilah peran dan fungsi pendidikan sebagai kontrol, sekaligus sebagai bentuk implementasi nilai-nilai ketimuran yang religius, serta sebagai bentuk upaya melestarikan budaya bangsa melalui konsep pembelajaran yang bermutu. Sehingga posisi dari suatu pendidikan itu sendiri sebagai cakar budaya untuk terus melanjutkan dan melestarikan budaya bangsa sesuai dengan perubahan-perubahan kearah yang lebih baik 

Sumber Rujukan
Amer Al-Roubaie, Globalisasi dan Posisi Peradaban Islam, Majalah Islamia, Edisi 33, Jakarta, Khairul Bayan, 2005
Wikipedia.org, diakses pada 20 januari 2015
http//kompasiana.com, Faiz Al Jawahir, Pendidikan Kritis Sebagai Alternatif Menghadapi Arus Globalisasi, di akses pada 19 januari 2015




[1] Wikipedia.org, diakses pada 20 januari 2015
[2] http//kompasiana.com, Faiz Al Jawahir, Pendidikan Kritis Sebagai Alternatif Menghadapi Arus Globalisasi, di akses pada 19 januari 2015
[3] Amer Al-Roubaie, Globalisasi dan Posisi Peradaban Islam, Majalah Islamia, Edisi 33, Jakarta, Khairul Bayan, 2005, hal 13-14
Comments
0 Comments
Designed By Faisol Akhmad