Home

Monday, August 17, 2015

Integralisasi Nilai-Nilai Pendidikan Sebagai Tiang Pembangunan Peradaban

Dasar Pemikiran

Dalam dunia pendidikan kita saat ini, seiring dengan perkembangan zaman, seringkali dipertontonkan kekerasan yang melanda dunia pendidikan kita. Dengan berkembangnya tekhnologi-informasi sebagai sarana untuk memudahkan dan memajukan pendidikan, justru kadangkala harus berbuah pahit. Banyak peristiwa-peristiwa yang tidak manusiawi yang cukup memprihatinkan, terutama dikalangan remaja sebagai penerus bangsa.

Perkembangan dan perjalanan pendidikan itu terus melakukan upaya-upaya perubahan, supaya dalam proses pembelajaran menemukan bentuk yang efektif dan efisien, salah satu perubahan yang dilakukan oleh pemerintah dengan merubah Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan ( KTSP ) yang mulai diterapkan pada tahun 2006 lalu, dan sekarang bergeser menjadi kurikulum 2013, walalupun kebijakan pemerintah saat ini masih simpang siur mengenai kurikulum 2013 mengenai bentuk implementasinya. Fenomena ide dasar munculnya pendidikan gratis, pendidikan untuk rakyat seluruh Indonesia, dan masih banyak lagi sederatan konsep yang diperuntukkan bagi peningkatan mutu pendidikan, justru pendidikan kita masih tertinggal dari negara tetangga. Pendidikan di Indonesia masih dalam urutan yang ke 69, sedang malaysia sudah urutan ke 65, dan Brunai Darussalam urutan ke 34.[1]

Era modernisasi dengan ditandai pesatnya pengetahuan dan tekhnologi-informasi secara drastis, acapkali membuat kita kelabakan, banyak problem yang muncul dalam dunia pendidikan kita, seperti guru yang masih gaptek, guru yang dipaksakan untuk mengajar, sehingga mengenyampingkan nilai-nilai profesionalitas, guru dengan konsep pembelajaran yang kaku dan pasif, serta masih banyak lainnya yang tidak relevan dengan konstek kekinian. Perlunya pembenahan dalam dunia pendidikan  kita dari berbagai aspek, sehingga evaluasai, introspeksi, dan proyeksi kedepan menjadi catatan kinerja dari semua pihak, baik pemerintah, guru sebagai aktor intelektual pendidikan, dan masyarakat sebagai penguat dari berjalannya roda pendidikan kita.

Maju dan berkembangnya suatu negara tidak lepas dari peran dan fungsi pendidikan, karena dengan pendidikan itulah proses tranformasi ilmu, akhlag, dan pembentukan suatu budaya dalam masyarakat menjadi salah satu karakter bangsa. Maju dan tidaknya suatu negara, kita bisa melihat bagaimana pendidikan sebagai ujung tombak untuk menjadikan generasi penerus sebagai aset bangsa, dengan membina, mengarahkan dan mendidik peserta didik dengan keseimbangan antara pembentukan pola berpikir ( mindset ) atau pembangunan intelektual peserta didik, pembangunan mental, dan pembangunan keterampilan ( softskill ), tiga hal tersebut menjadi perhatian para guru secara terus menerus, sehingga para guru dengan lebih mudah mengembangkan, mengarahkan, dan mengantarkan para peserta didik menuju manusia yang memanusiakan manusia ( humanisme ).

Disinilah kemudian perlu untuk digaris bawahi, bahwa integralisasi nilai-nilai pendidikan sebagai tiang pembangunan peradaban. Pendidikan yang maju tidak hanya cerdas secara intektual, tetapi juga cerdas secara emosional dan spritual, sehingga pencapaian atau tolak ukur dari pendidikan itu sendiri, betul-betul dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, dan mengantarkan para peserta didik untuk menjadi masyarakat yang taat akan nilai-nilai ideologis pancasila dengan rasa toleransi yang tinggi, dan memegang erat budaya ketimuran.

Dengan demikian bahwa pendidikan adalah upaya sadar semua pihak, dalam rangka mencerdaskan anak bangsa, dan ikut serta dalam cita-cita membangun peradaban ummat manusia.

Integralisasi Nilai-Nilai Pendidikan

Nilai-nilai pendidikan dalam kehidupan masyarakat, pada kenyataanya tidak lepas dari empat hal yang bergerak secara simultan, empat hal tersebut yakni pertama aspek ekonomi sebagai salah satu dasar dari kehidupan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan biologis, sehingga peran ekonomi itu sendiri dalam kehidupan bermasyarakat akan menentukan pada stratifikasi sosial, sehingga miskin dan kaya menjadi perbedaan yang cukup jauh, baik dari sikap, pemikiran maupun tingkah laku dalam kesehariannya. Kedua aspek pendidikan. Pendidikan merupakan upaya sadar bagi setiap manusia untuk meningkatkan kualitas diri dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan mengembangkan, serta menggali seluruh potensi yang dimiliki, baik potensi yang bawaan dari lahiriah maupun potensi yang dikembangkan dalam lingkungan pendidikan. Ketiga aspek ideologi, beragam pendapat dan pemahaman mengenai ideologi, hal ini bergantung pada pemahaman dan kapasitas pemikiran manusia. Secara umum ideologi merupakan pandangan hidup manusia yang kemudian menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari, sehingga adanya sebuah ideologi tidak lepas dari pemikiran dan perkembangan manusia dalam menjalani kehidupan ini. Keempat aspek politik dimana setiap manusia pada hakekatnya adalah makhluk yang berpolitik zon politicon, secara spesifik bahwa politik yang dimaksud adalah bahwa manusia harus memiliki strategi hidup dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya dalam sehari-hari, sementara secara umum bahwa manusia terus berupaya membentuk dirinya sendiri, dengan tujuan meningkatkan eksistensi diri sebagai pemimpin dimuka bumi ini.

Ekonomi, Pendidikan, Ideologi, dan Politik merupakan sesuatu yang saling bersinggungan satu sama lain dalam setiap langkah kehidupan manusia, pada taraf yang paling rendah, manusia hanya berpikir tentang ekonomi saja, mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali tidak lain hanyalah ekonomi yang menjadi ingatan dalam memori hidupnya, sedikit ditarik keatas lagi yakni pendidikan, dimana pendidikan menjadi kebutuhan primer untuk meningkatkan kualitas diri manusia, karena dengan pendidikan pengalaman dan pengetahuan terhadap segala sesuatu menjadi cita-cita ideal dalam menyempurnakan hidup. Kemudian ideologi, setiap manusia pada hakekatnya memiliki ideologi masing-masing sesuai dengan pemahaman dan kapasitas berpikirnya. Ideologi itu sendiri sebagai pandangan dan pedoman hidup sesuai dengan keyakinan masing-masing ummat manusia. Dalam konstek ke Indonesia-an, ideologi dasar dalam hidup berbangsa dan bernegara adalah ideologi Pancasila, dengan konsepsi Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu, setelah diurai dengan sedemikian rupa, keyakinan itu dipetakan oleh K.H. Abdurrahman Wahid, panggilan akrabnya Gus Dur, menjadi lima agama yang di sahkan di negeri ini, lima agama tersebut, yakni Islam sebagai agama mayoritas, Kristen, Hindu, Budha,  dam khonghucu. Kemudian manusia terus melakukan upaya untuk meningkatkan taraf kehidupannya, dengan tujuan untuk mencapai eksistensi sebagai kholifah dimuka bumi, disinilah manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk yang berpolitik, dengan cara berkelompok untuk mencapai suatu tujuan yang dicita-citakan, oleh karena itu konsepsi ilmu sosial dan politik menjadi suatu kajian dalam berbagai aspek, sehingga politik itu sendiri diorganisir sebagai salah satu perwakilan aspirasi masyarakat, guna meningkatkan taraf hidup.
Empat hal diatas pada akhirnya memiliki peran dan fungsi masing-masing, ekonomi sebagai pemenuhan kebutuhan hidup secara biologis, pendidikan sebagai wahana menggali dan mengembangkan potensi manusia dalam rangka meningkatkan kualitas SDM, ideologi sebagai petunjuk dan pedoman bagi ummat manusia, dan politik dengan tujuan untuk meraih kekuasaan. Semuanya memiliki nilai dalam kapasitas yang berbeda, sehingga empat hal tersebut bisa diraih melalui tahapan-tahapan dalam pendidikan dan pembelajaran manusia untuk meningkatkan kualitas diri. Menurut para ahli dalam definisi nilai, bisa digambarkan sebagai berikut:

Menurut Ralp Perry “value is any object of any interest” yang berarti nilai merupakan suatu objek dari suatu minat individu.
Menurut Jhon Dewey “value is any object of social interest” yang berarti sesuatu yang bernilai apabila disukai dan dibenarkan oleh sekelompok manusia (sosial), dalam hal ini mengacu pada kesepakatan sosial ( masyarakat, antar manusia, termasuk negara ).
Menurut Sidi Gazalba mengartikan nilai dengan sesuatu yang bersifat abstrak dan ideal.[2]

Dalam konstruksi nilai ini, pendidikan menjadi salah satu upaya sadar, yang diyakini keberadaannya untuk meningkatkan taraf hidup manusia, dengan pendidikan manusia bisa membedakan mana yang baik dan buruk, dengan pendidikan pula meningkatnya sumber daya manusia (SDM) sebagai salah satu aset bangsa yang tak tergantikan. Nilai-nilai pendidikan ditengah-tengah kehidupan masyarakat sesungguhnya sudah mengakar, terlepas apakah hal itu negatif ataupun positif, dengan segala kekurangan dan kelebihannya, dan juga ikut serta dalam pembangunan budaya dalam setiap daerah yang berbeda.

Pesatnya perkembangan pengetahuan dan tekhnologi informasi, sangat mempengaruhi terhadap perkembangan budaya dewasa ini, di Indonesia, khususnya di daerah jawa para peneliti memberikan gambaran tradisi masyarakat dalam tiga kategori, pertama masyarakat yang disebut abangan, kedua masyarakat yang disebut kaum santri, dan yang ketiga masyarakat yang disebut kaum priyayi. Masyarakat abangan yang mewakili unsur animistik dan sinkretisme jawa secara meyeluruh. Masyarakat kaum santri yang menekankan unsur agama, khususnya Islam yang berkaitan dengan unsur pedagang dan berkaitan dengan lapisan petani, dan kaum priyayi yang menekankan unsur hinduisme, yang sangat erat kaitannya dengan masyarakat atas dan dekat dengan birokrasi.[3]

Jika hal-hal diatas dikaitkan dengan perkembangan budaya dalam suatu masyarakat, maka sesungguhnya tidak lepas dari bentuk pendidikan keluarga, sebagai peletak dasar dari pembentukan karakter, sehingga berkembangnya suatu budaya dalam saetiap daerah, saling mempengaruhi satu sama lain. Nilai-nilai pendidikan dalam keluarga, mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan peserta didik, dimana anak yang lahir secara suci sangat bergantung kepada kedua orang tuanya untuk memberikan pemahaman dan arahan dalam menjalani hidup selanjutnya, disamping itu pula pengaruh lingkungan pergaulan antar manusia juga bisa membentuk kebiasaan-kebiasaan yang dibiasakan, yang kemudian ditradisikan dengan kesamaan persepsi secara komunal, sehingga hal tersebut menjadi suatu kebenaran yang dipegang teguh dan dilestarikan secara turun temurun.

Integralisasi nilai dalam pendidikan, hakekatnya bentuk dari keseimbangan antara pikiran, hati, dan tindakan. Tiga hal itu diharapkan mampu berjalan seimbang dan terjadi harmonisasi dalam satu wujud, yang kemudian akan menuntun diri menuju kebenaran dengan petunjuk Tuhannya. Nilai-nilai pendidikan itu secara abstrak berkembang dalam diri peserta didik,  dan diharapkan mampu ditularkan pada masyarakat sekitar untuk menciptakan perubahan yang lebih baik, tentu saja perubahan yang diharapkan adalah kemajuan berpikir, emosional, dan spritual, sehingga hal itu berjalan secara seimbang dalam diri peserta didik.

Oleh sebab itu integralisasi nilai-nilai pendidikan mencakup tiga hal yang merupakan kesatuan yang tak terpisahkan, yakni kecerdasan kognitif yang berkaitan erat dengan perubahan dan perkembangan intelektual peserta didik, kecerdasan afektif yang berhubungan dengan kondisi psikologis peserta didik dan membentuk kepribadian yang berakhlaq mulia, sopan santun, rendah hati, dermawan, suka menolong dan seterusnya. Dan yang terakhir kecerdasan psikomotorik yang berhubungan dengan skill atau kemampuan peserta didik, cakap dan terampil sebagai bekal hidup berbangsa dan bernegara.

Pendidikan Sebagai Tiang Pembangunan Peradaban  

Pendidikan merupakan kunci keberhasilan dan kesuksesan disegala bidang, maju dan berkembangnya suatu negara, tidak lepas dari peran dan fungsi pendidikan yang ikut serta membangun peradaban masyarakat.

Nilai-nilai pendidikan dibangun disuatu bangsa atau negara, semakin negara memikirkan dan memajukan dunia pendidikan, semakin berkembang pula suatu negara. Bangsa yang maju dan modern adalah bangsa yang unggul peradabannya. Peradaban adalah bentuk budaya paling tinggi dalam suatu kelompok masyarakat yang membedakan secara nyata dari makhluk-makhluk lainnya. Peradaban mencerminkan kualitas kehidupan manusia dalam masyarakat. Kualitas diukur dari ketentraman ( human security ), kedamaian ( Peacefull ), keadilan ( Justice ) dan kesejahteraan ( walfare ) yang merata.[4]

Peradaban itu sendiri merupakan puncak pengembangan pengetahuan manusia yang melekat dalam kehidupan sehari-hari, dimana suatu peradaban yang berkembang dalam suatu masyarakat, dibangun atas dasar nilai pendidikan yang berkembang di suatu Negara. Oleh sebab itu indikator majunya suatu bangsa, bisa dilihat dari maju atau tidaknya suatu sistem pendidikan dalam sebuah negara, sehingga dengan nilai-nilai pendidikan tersebut akan di ketahui seberapa tinggi kualitas SDM dalam suatu negara. Ada banyak fenomena yang menunjukkan bahwa banyaknya sarjana bahkan pascasarjana yang kemudian menjadi pengangguran intelektual, akibat dari pengelolaan sistem negara yang tidak seimbang. Misalnya kepadatan penduduk yang tidak berimbang dengan lapangan pekerjaan, dan pekerjaan yang tidak berimbang dengan upah, sehingga seringkali terjadi bentrok antara masyarakat buruh dengan perusahaan, bahkan dengan pemerintah. Disinilah perlunya untuk terus melakukan evaluasi di segala bidang, baik bidang ekonomi, pendidikan, ideologi maupun politik, sehingga dari empat hal yang mendasar tersebut mampu berjalan beriringan dan seimbang satu sama lain.
Peradaban itu bisa dicapai dengan hasil pendidikan yang bermutu, proses pendidikan yang bermutu mengacu pada lembaga pendidikan dalam mengintegrasikan, mendistribusikan, mengelola, dan mendayagunakan sumber-sumber pendidikan secara optimal, sehingga dapat meningkatkan kemampuan belajar lulusannya.

Berkembangnya pemikiran dan pendidikan di Eropa Barat telah menyebarluas ke penjuru dunia, tidak bisa dinafikan di Indonesia budaya Barat itu sendiri juga sudah measuk dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat, seperti yang diintisarikan oleh Al-Faruqi mengenai permasalahan ummat Muslim secara umum yaitu: “berlawanan dari pengaruhnya yang luas dan dirasakan dimana-mana, ummat Muslim terus berlomba dengan waktu untuk bersaing dengan negara-negara lain. Mereka telah meraih kemajuan yang pesat dalam waktu singkat semenjak mereka meraih kemerdekaan negara setelah perang dunia ke II. Tapi masalahnya adalah pendidikan mereka. Untuk menyadarkan mereka tentang identitas asli mereka, budaya dan peradaban mereka, juga bagaimana meningkatkan kemauan mereka untuk mencapai tujuan dengan tangan mereka sendiri. Catatan mereka (ummat Muslim) selama dekade terakhir sering naik turun. Bahkan beberapa di antara mereka sudah sangat terikat dengan ideologi-ideologi barat.[5]

Kerasnya budaya Eropa Barat yang kemudian mengikat suatu negara dengan bentuk Ideologinya, seperti westernisasi, kapitalisme, materialisme, telah mengubah cara pandang masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim ini. Disinilah kemudian lemahnya pendidikan kita, untuk bisa bersaing dan memfilter pengaruh budaya barat yang tidak sesuai dengan konstek ketimuran, khususnya di Indonesia sendiri, yang masih terus melestarikan budaya ketimuran.

Pendidikan merupakan sumber utama untuk terus berupaya meningkatkan SDM, melestarikan budaya, meningkatkan kualitas pengetahuan, dan memberikan konstribusi bagi perubahan dan perkembangan dalam suatu masyarakat. Lemahnya pendidikan kita, harus diakui menjadi catatan tersendiri untuk terus mengevaluasi dan memperbaiki diri dari segala aspek, baik hal-hal yang menyangkut profesionalisme guru, meningkatkan sarana dan prasarana guna mempermudah proses belajar mengajar, dan berupaya menyadarkan masyarakat akan pentingnya pendidikan, sebagai salah satu upaya untuk membangun peradaban. Peradaban tersebut akan terbentuk dengan pengetahuan, dan proses transformasi pengetahuan ialah dengan pendidikan, sehingga kematangan berpikir masyarakat akan menciptakan rasa saling menghargai, membangun kasih sayang antar sesama ummat manusia, dan tentu saja bersama-sama membangun kesejahteraan ekonomi secara berkesinambungan.
Dengan demikian integrasi nilai-nilai pendidikan, merupakan kesatuan yang komprehensif, dimana satu sama lain saling mendukung untuk terciptanya suasana belajar mengajar yang aman dan nyaman, sehingga peserta didik dengan mudah memahami pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan intelektual, emosional dan spritual, sehingga peserta didik akan cerdas secara jasmani, dan cerdas secara ruhani.

Sumber Rujukan
Amer Al-Roubaie, Globalisasi dan Posisi Peradaban Islam, Islamia, Edisi 33, Jakarta: Khairul Bayan, 2005
Arif Nazar Nasucha, Beberapa Definisi Nilai Dalam Pendidikan Nilai, http//manusiapinggiran.blogspot.com, di akses pada 25 Januari 2015
Eka Darma Putera, Integrasi Nilai, http//leimena.org, di akses pada 25 Januari 2015
Maedi, Hakikat Pendidikan dan Pembangunan Peradaban, http//maediani.blogspot.com, di akses pada 26 Januari 2015
Teacher Employment dan Deployment World Bank, 2007



[1] Sumber : Teacher Employment dan Deployment World Bank, 2007
[2] Arif Nazar Nasucha, Beberapa Definisi Nilai Dalam Pendidikan Nilai, http//manusiapinggiran.blogspot.com, di akses pada 25 Januari 2015
[3] Eka Darma Putera, Integrasi Nilai, http//leimena.org, di akses pada 25 Januari 2015
[4] Maedi, Hakikat Pendidikan dan Pembangunan Peradaban, http//maediani.blogspot.com, di akses pada 26 Januari 2015
[5] Amer Al-Roubaie, Globalisasi dan Posisi Peradaban Islam, Islamia, Edisi 33, Jakarta: Khairul Bayan, 2005, hal. 22
Comments
0 Comments
Designed By Faisol Akhmad