Mengatasi iklim perekonomian yang kian lesu pemerintah mengeluarkan jurus baru bertajuk paket September 1. Paket kebijakan ekonomi dimaksudkan memutar roda perekonomian yang sedang melambat, meliputi tiga hal yang dinilai sangat strategis.
Pertama, mendorong daya saing industri nasional melalui deregulasi, debirokrasi, penegakan hukum, dan kepastian usaha. Kedua, mempercepat proyek strategis nasional dengan menghilangkan berbagai hambatan, sumbatan dalam pelaksanaan, dan penyelesaian proyek strategis nasional.
Ketiga, meningkatkan investasi di sektor properti. Mampukah jurus baru ini segera mematahkan rintangan pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek? Ya, harapannya seperti itu. Yang jelas, dalam penantian pengumuman paket September 1 itu indeks harga saham gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kompak menguat.
Indeks naik 16,771 poin (0,39%) ke level 4.335,362 pada penutupan perdagangan kemarin. Sedang nilai tukar rupiah berada di posisi Rp14.226 per dolar AS pada penutupan perdagangan kemarin dibanding pada penutupan perdagangan sehari sebelumnya yang bertengger di level Rp14.275 per dolar AS.
Pada pembukaan perdagangan sesi pertama indeks melaju 28,894 poin (0,67%) ke level 4.347,485, bahkan sempat menyentuh titik tertinggi pada level 4.366,254. Sentimen positif yang menyentuh pasar saham selain dipicu kondisi positif pasar global, investor sangat menanti paket kebijakan pemerintah yang baru diumumkan menjelang petang kemarin.
Mengapa pemerintah begitu optimistis paket kebijakan ekonomi bakal direspons positif dunia usaha? Dalam kaitan mendorong daya saing industri nasional, pemerintah memastikan 89 peraturan yang dirombak dari 154 peraturan yang dievaluasi. Dengan demikian, dapat meminimalkan duplikasi peraturan yang tidak relevan dan menghambat daya saing industri nasional.
Sejumlah peraturan baru yang sejalan dengan penguatan industri juga disiapkan. Langkah lainnya menyederhanakan dan memperbaiki prosedur perizinan, menguatkan sinergi, dan menggunakan layanan berbasis elektronika. Selanjutnya, terkait langkah mempercepat proyek strategis nasional, pemerintah menempuh penyederhanaan izin tata ruang dan penyediaan lahan, percepatan pengadaan barang dan jasa pemerintah, serta diskresi dalam hambatan masalah hukum.
Selain itu, peran kepala daerah diperkuat untuk mendukung percepatan proyek strategis nasional. Adapun peningkatan investasi di sektor properti pemerintah mendorong pembangunan perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah, serta memberi kesempatan lebih besar kepada investor yang bergerak di bidang properti.
Presiden Joko Widodo menegaskan, berkomitmen menyelesaikan paket kebijakan ekonomi hingga tiga paket sepanjang September dan Oktober 2015. Penerbitan paket kebijakan ekonomi untuk menguatkan perekonomian domestik memang sebuah langkah yang harus dilakukan dalammenangkalgejolakperekonomianglobal.
Persoalannya, apakah kebijakan tersebut dapat segera dirasakan dampaknya atau masih memerlukan waktu panjang? Indikatornya sangat sederhana kalau pelaku usaha memberi respons positif itu artinya jurus baru tersebut mengenai sasaran untuk jangka pendek seperti yang diharapkan.
Pengaruh eksternal terkait gejolak ekonomi dunia memang membuat kondisi pemerintah ”panas-dingin” menyangkut rencana kenaikan suku bunga bank sentral AS yang tiada kepastian, dan penurunan pertumbuhan ekonomi China. Ibaratnya, kalau kedua negara penguasa ekonomi dunia itu batuk, Indonesia akan demam sebagai dampaknya.
Padahal, kita paham bahwa AS dan China adalah mitra dagang utama Indonesia. Lalu pertanyaan berikutnya, bagaimana mengimplementasikan dengan tepat paket kebijakan ekonomi itu? Setidaknya kita berharap para pengambil kebijakan, terutama selevel menteri, tidak selalu memunculkan kegaduhan yang tidak penting, seperti kasus program listrik.
Kita khawatir apa yang dikehendaki Presiden seperti yang tertuang dalam paket September 1, justru lain bunyinya di kalangan pembantu Presiden sendiri. Jadinya, semua bingung dan kontraproduktif.