Berkembangnya suatu peradaban manusia, pada hakekatnya tidak lepas dari peran dan fungsi pendidikan sebagai bentuk upaya sadar yang dilakukan oleh manusia untuk menciptakan suatu perubahan yang lebih baik. Perkembangan dan perubahan dalam masyarakat modern saat ini, dengan ditandai pesatnya pengetahuan dan tekhnologi, merupakan hasil kekuatan pikiran ( power mind ) dari orang-orang terdahulu, dimana pertautan informasi telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia.
Sains modern
sesungguhnya telah berkembang sejak adanya manusia dimuka bumi ini, karena pada
realitasnya perkembangan sains modern telah menciptakan adanya bentuk
revolusioner, seperti revolusi keilmuan, revolusi industri, profesionalisai
ilmu, interaksi rapat antara ilmu dan tekhnologi dan revolusi-revolusi abad ke
20 dalam ilmu yang saling berkesinambungan yang pada akhirnya tidak hanya
mempengaruhi barat itu sendiri, tetapi juga seluruh dunia.
Bentuk revolusi yang
terjadi pada belahan dunia ini, jika kita perhatikan secara seksama bahwa yang
paling penting dalam revolusi-revolusi ini adalah tekhnologi dan sains.
Tekhnologi sejak awal sudah dimulai oleh manusia dimuka bumi ini, karena
tekhnologi merupakan bagian dari ilmu praktis dalam menunjang kehidupan
manusia, sementara sains itu sendiri dimulai oleh para filosof Yunani sekitar
600 SM. Perkembangan sains itu sendiri, sebagai sesuatu yang tidak berbentuk
mengalami perjalanan dan perubahan yang signifikan, sehingga sains itu dalam
hal yang aplikatif telah berkembang dan menjadi tekhnologi, sebagai bagian dari
sains itu sendiri.
Sesungguhnya sains
berhubungan dengan ide-ide dalam cara-cara yang abstrak, sementara tekhnologi
bertujuan memproduksi benda-benda yang dapat digunakan untuk meningkatkan taraf
hidup. Dengan kata lain, tekhnologi merupakan aplikasi pengetahuan ilmiah, dan
tanpa pemahaman dan penguasaan landasan ilmiah, maka hanya akan memproduksi
piranti-piranti tekhnologis melalui imitasi adalah sangat beresiko.[1]
Perkembangan sains ini memiliki kompetisi yang luar biasa, dimana antara timur
dan barat saling menjustifikasi bahwa perkembangan tersebut sama-sama
dilatarbelakangi oleh landasan ilmiah. Perkembangan sains di Yunani dengan
diprakarsai para filosof seperti Descartes, Aristoteles, Plato, Galileo dan
para ilmuan lainnya, sudah mampu merumuskan teori mengenai ilmu matematika, astronomi,
logika, aritmatika, geometri dan lain sebagainya. Rumus keilmuan yang
diciptakan oleh bara ilmuan barat tersebut sama sekali tidak ada kaitannya
dengan masalah-masalah agama, baik yang menolak ataupun yang menegaskannya.
Sementara para ilmuan
Islam, seperti Al-Ghazali untuk pertama kalinya, menghancurkan otoritas
Aristoteles dan pada saat yang sama menabur bibit-bibit filsafat mekanika,
fondasi metafisika untuk sains modern. Al-Ghazali adalah seorang agen yang
memfasilitasi kemajuan yang lebih jauh. Sebagai seorang individu ia telah
mencapai pertama kalinya antara tahun 1904 dan 1108 hal-hal yang sama seperti
apa yang dicapai oleh orang-orang Eropa selama lima abad, yaitu dari akhir abad
ke 12 hingga abad ke 17. Dengan demikian ia telah mensimbolisasikan suatu
pemikiran yang bernilai pada zaman Renaissance dalam cara yang paling
baik, dan alih-alih mengikuti otoritas filsafat, ia menghancurkan ide-ide
bid’ah Aristoteles dan Aristotelianisme dalam tiga tahun, yaitu dari tahun 1092
hingga 1095.[2]
Perkembangan sains
modern yang di wakili oleh Eropa, sebagai simbol dari kemajuan pengetahuan
barat, yang dikembangkan oleh para ilmuan dari Yunani telah memberikan dampak
yang cukup signifikan, terlepas apakah hal itu bersifat destruktif atau
konstruktif. Sementara simbol kemajuan di Timur, yang diwakili oleh para ilmuan
dari dari timur tengah, seperti Al-ghazali, Ibnu Arabi, Al-Farabi, Ibnu Sina,
dan para filosof muslim lainnya, tentu memberikan warna yang berbeda. Para
ilmuan dari timur meletakkan dasar ilmiahnya tidak hanya dengan kekuatan logika
sebagai sumber berpikir, tetapi ada unsur agama yang di percaya sebagai bentuk
kebenaran yang hakiki. Unsur pengetahuan, tekhnologi dan agama merupakan
kesatuan yang harus diseimbangkan satu sama lain, sehingga akan memberikan
corak dan ciri khas tersendiri dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan modernisasi. Al-Ghazali sebagai seorang
pendidik di Madrasah Nizamiyah di Bagdad, sekaligus sebagai seorang ilmuan, ia
mampu meruntuhkan konsepsi Aristoteles dengan menciptakan suatu karya yang
fenomenal, yakni Tahafut Al Falasifah ( kerancuan para filosof),
sehingga Al-Ghazali menjadi salah satu pioner sains modern dalam perkembangan
ilmu pengetahuan.
Gambaran diatas hanya
sebagian kecil yang menunjukkan bahwa perkembagan sains modern, realitasnya
sudah mengglobal, barat dan timur hanya menjadi simbol dari proses perkembagan
sains modern yang telah tercatat dalam sejarah pengetahuan ummat manusia. Sains
modern telah berkembang diberbagai negara, sehingga produk sains dalam bentuk
aplikatif yang berupa tekhnologi menjadi gaya baru dalam meningkatkan taraf
hidup manusia, pengetahuan dan tekhnologi merupakan dua hal yang berbeda, namun
keduanya telah melekat dalam kehidupan sehari-hari, sehingga perkembangannya
pun senantiasa bergerak secara continuitas.
Konstribusi Pendidikan Terhadap
Perkembagan Sains Modern
Pada era modern arus
perkembangan sains dan tekhnologi, seakan tidak bisa dibendung lagi, terlepas
apakah hal itu destruktif maupun konstruktif, tetapi memang keduanya memiliki
sisi kelemahan dan kelebihannya masing-masing. Pesatnya pengetahuan dan
tekhnologi juga memiliki dampak yang besar bagi keberlangsungan kehidupan manusia.
Salah satu hal yang sangat penting dalam perkembangan sains dan tekhnologi,
adanya pergeseran sikap, bahkan perubahan itu menyangkut perubahan budaya dalam
setiap daerah. Dalam konsteks saat ini sains menjadi suatu disiplin pengetahuan
yang terus dikaji dan diperbaiki dari berbagai aspek, sehingga proses dari
sains itu sendiri menjadi langkah konstruktif dalam membangun peradaban ummat
manusia.
Pada hakekatnya
kekuatan manusia, terletak pada kekuatan berpikir ( power of mind ),
munculnya sains modern merupakan catatan dari para ilmuan terdahulu, baik para
ilmuan yang lahir di eropa, maupun dari timur tengah. Pikiran, hati, dan
tindakan merupakan integralisasi dari pencapaian suatu konsep, sehingga
perkembangan sains barat yang murni lahir dari logika manusia, dan sains yang
diprakarsai oleh tokoh muslim melibatkan unsur-unsur teologis yang memiliki
keterkaitan dengan agama, sehingga keduanya memiliki perbedaan yang cukup tajam.
Thomas Kuhn
menggambarkan sains dalam instilah yang lebih bernuansa, sseperti
paradigma-paradigma yang saling bersaing atau sistem konseptual dalam matrik
yang lebih luas dan mencakup tema intelektual, budaya, ekonomi, dan politik.[3]
Sains adalah sekumpulan pengetahuan empiris, teoritis dan pengetahuan praktis
dengan dunia alam, yang dihasilkan oleh para ilmuan dan menekankan pada
pengamatan, penjelasan dan prediksi dari fenomena dunia nyata. Munculnya sains
modern kembali di telusuri pada periode awal yang dikenal sebagai revolusi
ilmiah yang terjadao pada abad ke 16 dan ke 17 di Eropa.
Mgningat perjalanan
perkembangan sains modern yang cukup panjang, pertautan dan gesekan dari
pengetahuan antara barat dan timur telah memberikan warna tersendiri dalam
perkembangan sains itu sendiri. Seperti lembaga-lembaga pendidikan Islam yang
telah didirikan jauh sebelum Eropa bangkit, dalam bentuk madrasah sebagai
pendahulu lahirnya Universitas di Eropa.[4]
Sejatinya peran dan
fungsi manusia tidak lepas dari dua hal yang saling bersinggungan, pertama
rasionalitas yang menekankan pada kekuatan pemikiran sebagai sebuah kebenaran,
dan kedua empirisme yang menekankan terhadap pengalaman. Dua aliran ini
menjadi fondasi bagi para ilmuan untuk mengembangkan sains modern. Disamping
itu pula pendidikan sebagai sarana tranformasi keilmuan juga memiliki peran yang
cukup signifikan dalam perkembangan sains. Pendidikan itu sendiri sebagai
bentuk aplikatif dari dunia sains yang bersifat abstrak, telah melakukan upaya
eksperimental dalam konstek pengembangan pengetahuan, sains, dan tekhnologi.
Menurut Mehdi Nakosteen
yang dikutip oleh M. Yusuf Abdurrahman dalam bukunya, cara berlajar
ilmuan-ilmuan muslim pencetus sains-sains modern, di antara beberapa
konstribusi ilmuan muslim bagi dunia barat, bahkan sains modern, terdapat dalam
ragam bidang, antara lain bidang astrinomi, kimia, ilmu hayat, kedokteran,
sosiologi, filsafat, sastra, arsitektur, seni rupan dan musik. Dalam bidang
ilmu fisika ada nama Ibnu Al Nafis pada abad ke 13, seorang fisikawan asal
Kairo yang menemukan sirkulasi paru-paru, sementara insinyur Andalusia Abbas
bin Firnas telah menemukan teori penerbangan dan diyakini telah melakukan
percobaan penerbangan yang sukses, sedangkan di Irak, Jabir bin Hayyan adalah
peletak dasar ilmu-ilmu kimia sekitar 900 tahun sebelum boyle.[5]
Konstribusi ilmuan
muslim terhadap perkembangan sains modern, sesungguhnya begitu banyak, namun
banyak sejarah yang dikubur hidup-hidup dan hanya sebagian kecil dari para
ilmuan yang muncul kepermukaan, bahkan ketika para ilmuan Barat di saat masa
kegelepan, dimana kebuntuan berpikir terjadi secara besar-besaran, justru
ilmuan muslim berupaya untuk mengembangkan sains modern di saat itu sekitar
abad ke 13 dan 14. Oleh karenanya perkembangan sains modern tidak lepas dari
peran para ilmuan muslim sebagai peletak dasar dari perkembangan ilmu
pengetahuan.
Hasil dari penerjemahan
karya-karya ilmuan muslim memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap kurikulum
Eropa Barat secara revolusioner, terutama dibidang matematika, kedokteran,
astronomi, filologi, ilmu kimia, geografi, musik, teologi, dan filsafat.
Tranformasi tersebut menumbuhkan universitas-universitas Eropa pada abad ke 13
dan 14.[6]
Dalam konstek ini
konstribusi para ilmuan muslim dalam mengembangkan kurikulum pendidikan di
Eropa Barat sangat besar pengaruhnya, sehingga catatan sejarah telah
membuktikan bahwa penemuan dari para ilmuan muslim telah membawa zaman
pencerahan ( renaissance ) dan
telah membuka seluas-luasnya bagi perkembagan sains modern di Eropa Barat.
Pendidikan sebagai
salah satu disiplin keilmuan dan sarana untuk melakukan proses transformasi
pengetahuan menjadi salah satu tolak ukur bagi berkembangnya sebuah peradaban.
Karena dengan sains modern sebagai sebuah gambaran abstrak, dengan kata lain
bentuknya dalam perkembangan tekhnologi saat ini, tidak lain dalam rangka meningkatkan
taraf hidup ummat manusia, dengan konsepsi keseimbangan antara kehidupan
duniawi dan ukhrowi.
Sumber Rujukan
Cemil
Akdogan, Asal-Usul Sains Modern dan Kontribusi Muslim, Majalah Islamia,
Edisi 33, Jakarta: Khairul Bayan, 2005
http//wikipedia.org,
Sejarah Sains, Di akses pada 23 Januari 2015
http//muhfathurrahman.wordpress.com,
di akses pada 23 Januari 2015
http//kompasiana.com,
konstribusi ilmuan muslim dalam perkembangan sains modern, di akses pada
24 januari 2015
M.
Khusna Amal, Agama, Negara, Masyarakat Sipil (sebuah pemetaan dan analisis
teoritik) Jember: Stainpress, 2014
[1]
Cemil Akdogan, Asal-Usul
Sains Modern dan Kontribusi Muslim, Majalah Islamia, Edisi 33, Jakarta:
Khairul Bayan, 2005, Hal.94
[2]
Ibid, hal 95
[3] http//wikipedia.org, Sejarah Sains, Di akses
pada 23 Januari 2015
[4] http//muhfathurrahman.wordpress.com, di akses pada
23 Januari 2015
[5]
http//kompasiana.com, konstribusi
ilmuan muslim dalam perkembangan sains modern, di akses pada 24 januari
2015
[6] M. Khusna Amal, Agama,
Negara, Masyarakat Sipil (sebuah pemetaan dan analisis teoritik) Jember:
Stainpress, 2014, hal 6