Dasar
Pemikiran
Masuknya
era globalisasi yang ditandai dengan pesatnya pengetahuan dan canggihnya
tekhnologi memberikan dampak yang signifikan terhadap perubahan pola berfikir
masyarakat, sekaligus dengan tingkah lakunya. Pengetahuan dan tekhnologi
merupakan dua hal yang berbeda, namun saling berkaitan satu sama lain.
Pengetahuan merupakan jalan bagi seseorang untuk merubah hidup, begitu pula
dengan tekhnologi, adalah salah satu jalan atau sebagai media untuk memperoleh
pengetahuan itu sendiri.
Pergeseran
tradisi dan tumbuh kembangnya budaya dengan pesat, merupakan cermin bahwa
masyarakat Indonesia, adalah masyarakat yang satu sisi memiliki kesamaan, namun
pada sisi yang lain memiliki banyak perbedaan. Perbedaan bahasa, adat, suku,
ras, dan keyakinan, merupakan salah satu kekayaan bangsa ini yang patut untuk
dibanggakan. Tetapi tidak jarang pula, bahwa adanya perbedaan tersebut menjadi
jurang pemisah dan konflik yang berkepanjangan. Penindasan dari kaum mayoritas
terhadap kaum minoritas masih seringkali terjadi, dan hal itu menyebabkan
keprihatinan semua pihak.
Pendidikan
itu sendiri merupakan wahana untuk memberikan kesadaran terhadap peserta didik,
bahwasanya masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk. Masyarakat yang
memikili keragaman budaya, keyakinan, bahasa, ras, dan suku. Oleh karenanya
kemajemukan bangsa ini juga menuntut adanya pendidikan multikultural, dalam
rangka mengantisipasi terjadinya konflik tajam diantara perbedaan yang sudah
ada.
Pendidikan
multikultural sebagai pendidikan atau tentang keragaman kebudayaan dalam
merespon perubahan demografi dan kultur lingkungan masyarakat tertentu, bahkan
dunia secara keseluruhan. Dengan demikian nantinya diharapkan dapat menumbuhkan
sikap dan nilai penting bagi harmoni sosial dan perdamaian.[1]
Dalam
konstek ini pendidikan multikultural dipandang sebagai pendidikan progresif
dalam melakukan transformasi pendidikan secara komprehensif yang membognkar
segala kekurangan dan kegagalan, serta terdapatnya praktek-praktek
diskriminatif dalam proses pendidikan.[2]
Keragaman
budaya, etnik, ras, bahasa, agama merupakan tuntutan bagi pendidikan itu
sendiri, sebagai bentuk rasa toleransi dan menjunjung nilai-nilai kemajemukan
yang berkembang di negeri ini.
Konsepsi
Pendidikan Multikultural
Adanya
konsepsi mengenai pendidikan multikultural, sesungguhnyan tidak terlepas dari
kondisi masyarakat Indonesia yang cukup majemuk dan daerah yang berpulau-pulau.
Pendidikan multikultural sendiri merupakan konsep dasar dari sebuh perbedaan
dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga dengan adanya pendidikan multikultural,
diyakini mampu memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi peserta didik untuk
mengembangkan seluruh potensinya, walaupun hal itu dilatar belakangi oleh
kondisi yang berbeda.
Dalam
Konsepsi H.A.R. Tilaar, pendidikan multikultural tidak lepas dari keseluruhan
dinamika budaya suatu masyarakat. Oleh sebab itu tinjauan studi kultural
haruslah diadakan melalui lintas batas ( Border Crossing ) yang
melangkahi batas-batas pemisah tradisional dari disiplin-disiplin dunia
akademik yang kaku, sehingga pendidikan multikultural tidak terikat pada
horison sempit yang hanya melihat pendidikan di sekolah ( School Education
) dan proses pendidikan tidak melebihi sebagai proses transmisi atau reproduksi
ilmu pengetahuan kepada generasi yang akan datang.[3]
Lebih
jauh lagi pendidikan multikultural memiliki perubahan yang darastis, disebabkan
oleh pergeseran nilai dan budaya dalam suatu masyarakat. Dengan pendidikan
multikultural merupakan bentuk transformasi pengetahuan tidak hanya sebatas
disekolah saja, akan tetapi perubahan dan perkembangan budaya dalam suatu
masyarakat menjadi daya tarik tersendiri untuk dianalisa.
Perkembangan
dan perubahan dalam konstek sosial-budaya, tidak terlepas dari pengetahuan dan
pesatnya perkembangan tekhnologi, sehingga dengan mudahnya akses tekhnologi,
menjadikan proses asimilasi antar budaya semakin mempererat hubungan proses
kebudayaan dan perubahan itu sendiri.
Sementara
itu pendidikan multikultural adalah pendidikan yang memperhatikan secara
sungguh-sungguh terhadap latar belakang peserta didik baik dari aspek keragaman
suku, etnik, ras, budaya, bahasa, dan agama.[4]
Konsepsi
dari pendidikan multikultural, pada hakekatnya bergerak dari kondisi masyarakat
yang cukup beragam. Keberagaman dalam suatu masyarakat adalah bentuk akan
kekayaan tradisi yang berkembang di Indonesia, sehingga perbedaan tradisi yang
konvensional tersebut dijadikan bahan untuk dilakukan penelitian, sehingga
memunculkan pemikiran baru yang bisa diterima didalam masyarakat.
Apa
yang kemudian menjadi faktor yang cukup krusial, sehingga pendidikan di
Indonesia secara umum mengalami kebuntuan dalam mencetak insan-insan yang
mengarah pada manusia yang paripurna? Tentu saja hal ini tidak lepas dari
sistem yang digunakan dalam pendidikan. Sistem yang digunakan dalam pendidikan
yang ada dinegara ini masih bersifat banking dan tidak mampu memberikan
ruang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas peserta didik untuk mengekplorasi
potensinya secara totalitas, sehingga hal ini menjadi PR kita bersama untuk
menjadikan pendidikan kita lebih bermutu, lebih bermartabat, dan mampu menjadi
harapan bagi masyarakat luas.[5]
Prinsip
dari pendidikan multikultural itu sendiri, melihat seluruh aspek secara
komprehensif, mulai dari sistem pendidikan, visi dan misi, latar belakang peserta
didik, serta perubahan dan perkembangan tradisi yang melingkupi pendidikan itu sendiri, sehingga dari situlah akan
selalu muncul evaluasi dan introspeksi dari pergerakan pendidikan, menuju
kualitas pendidikan yang menjadi harapan masyarakat luas.
Pendidikan
Di Era Modernisasi
Berkembangnya
ilmu pengetahuan dan tekhnologi, hakekatnya tidak lepas dari peran dan fungsi
pendidikan yang telah berupaya menggali potensi seluruh peserta didik secara
maksimal. Pengetahuan sangat besar perannya dalam kehidupan ummat manusia,
sehingga nabi Muhammad Saw bersabda yang artinya : barang siapa yang
menginginkan kebahagiaan di dunia, maka carilah ilmu pengetahuan, dan barang
siapa menginginkan kebahagiaan di akhirat, maka carilah ilmu pengetahuan, baik
ilmu pengetahuan umum maupun ilmu agama. ( H.R. Al-Bukhori dan Muslim)
Pentingnya
pengetahuan bagi keberlangsungan kehidupan manusia, sesungguhnya adalah bentuk
dari keinginan makhluk yang berpikir. Manusia dengan potensi akal untuk
berpikir, dan potensi spritual untuk menyelami sesuatu yang akan datang, adalah
sebuah karunia yang diperuntukkan oleh Tuhan alam semesta terhadap manusia. Di
era modernisasi ini yang ditandai dengan pesatnya pengetahuan dan berkembangya
tekhnologi telah memberikan dampak yang luas bagi kehidupan manusia. Salah satu
dampak yang muncul kepermukaan, adalah dua hal yang selalu berdampingan, yakni
positif dan negatif. Dampak positif dari modernisasi, semakin mudah bagi
manusia untuk mengembangkan pengetahuan, dan juga dalam rangka merubah pola
berpikir ke arah yang lebih maju, sehingga dengan adanya modernitas inilah
jangkauan manusia untuk menggali pengetahuan lebih mudah lagi. Sementara itu
dampak negatif dari tekhnologi, yaitu penyalahgunaan tekhnologi yang telah
merusak kaum muda yang “tidak” memiliki prinsip, sehingga hal itu akan merubah
pola berpikir dan tingkah lakunya, kerena pada hakekatnya modernisasi yang
dianut untuk menghadapi masa kini dan masa yang akan datang.
Sedangkan
menurut Cak Nur, panggilan akrab dari Nurkholis Madjid, modernisasi dimaknai
sebagai rasionalisasi, bukan westernisasi, yaitu proses perombakan pola
berpikir dan tata kerja lama yang tidak rasional, dan menggantinya dengan pola
berpikir dan tata kerja baru yang rasional. Jadi rasionalitas adalah
modernitas.[6]
Kemampuan
rasionalitas manusia, sebagai bentuk dari pergeseran berpikir dari yang tidak
rasional menuju pada rasionalitas, sangat memungkinkan bagi manusia untuk terus
menciptakan suatu perubahan. Perubahan tersebut telah membentuk pola berpikir
yang kemudian di implementasikan terhadap realitas kehidupan sehari-hari.
Sementara itu dalam dunia pendidikan, modernitas sangatlah perlu adanya, sebab
tuntutan zaman, akan perubahan dari waktu ke waktu, menjadi kebutuhan yang
sangat vital, dalam rangka menggapai kemajuan itu sendiri.
Oleh
karenanya modernisasi adalah proses pergeseran sikap dan mentalitas yang
merujuk pada sebuah bentuk transformasi dari keadaan yang kurang maju atau
kurang berkembang ke arah yang lebih baik, pada sisi yang lain diungkapkan pula
bahwa modernisasi merupakan hasil dari kemajuan ilmu pengertahuan dan
tekhnologi yang berkembang saat ini, yang hasilnya bisa dirasakan oleh semua
lapisan masyarakat, dari kota metropolitan hingga sampai kedesa-desa terpencil.[7]
Pendidikan
di era modern menjadi sebuah gambaran, akan pentingnya perubahan, melirik
terhadap perkembangan pengetahuan dan tekhnologi, sebab dua hal tersebut, sudah
menjadi keharusan, baik bagi pemerintah, pendidik, dan masyarakat (stakeholder)
untuk bersama-sama menjadikan modernisasi sebagai salah satu bentuk yang
menuntut terhadap kemajuan dalam pendidikan itu sendiri. Karena pada hakekatnya
modernisasi itu sendiri, dipandang sebagai sebuah upaya implementasi pemikiran
dalam konstek pendidikan yang lebih maju.
Pendidikan
telah mengantarkan peserta didik, pada kemajuan berpikir, kematangan sikap,
serta berupaya membentuk akhlaq mulia. Dengan pendidikan pula proses
transformasi pengetahuan dan penerapan tekhnologi yang telah diajarkan selama
proses belajar mengajar, telah menjadikan pendidikan sebagai ujung tombak dari
perubahan itu sendiri, disamping itu pula pendidikan telah menjadikan sebuah
budaya ikut berkembang sesuai dengan tuntutan zaman.
Sesungguhnya
budaya adalah model dari ilmu pengetahuan manusia, kepercayaan dan pola tingkah
laku yang satu, budaya kemudian dilihat dari aspek-aspek dari segi bahasa, ide,
keyakinan, adat-istiadat, kode moral, institusi, tekhnologi, seni ritual,
upacara-upacara dan komponen-komponen lainnya yang saling berkaitan.
Perkembangan budaya tergantung terhadap kapasitas manusia untuk terus
mempelajari budaya itu dan mentranformasikan ilmu pengetahuan mereka kepada
generasi berikutnya.[8]
Oleh
karenanya perkembangan dan perubahan dari suatu budaya pada era modernitas ini,
akan selalu berkaitan dengan pendidikan. Pendidikan sebagai wahana proses
transformasi pengetahuan terhadap peserta didik akan menjadikan kapasitas SDM
lebih maju dan berkembang.
Pendidikan
itu sendiri akan selalu bergesekan dengan budaya global, dimana asimilasi
budaya kerapkali mewarnai corak pendidikan kita. Dalam konstek budaya, ada dua
hal besar yang saling mempengaruhi, yakni budaya tidur dan juga budaya barat.
Satu sisi budaya barat telah mempengaruhi budaya ketimuran, namun pada sisi
yang lain berkembangnya dan dilestarikannya budaya ketimuran juga memiliki
pengaruh yang kuat terhadap perkembangan budaya barat.
Dengan
pesatnya pengetahuan dan tekhnologi, maka seakan kedua budaya tersebut saling
berbaur satu sama lain, sebab dengan canggihnya tekhnologi seakan dunia sudah
tanpa ada batas. Keduanya seakan telah melebur yang kemudian memberikan corak
warna tersendiri. Akan tetapi perlu untuk digaris bawahi, bahwasanya adat
ketimuran masih memiliki nilai-nilai yang kental dan syarat akan patuhnya
terhadap agama dan keyakinan, sebagai sumber dan pedoman dalam menjalankan
kehidupan.
Nilai-nilai
agama dan keyakinan dalam tradisi ketimuran, masih dipegang teguh oleh para
penganutnya, sehingga masuknya westernisasi, khususnya dalam kalangan kaum
muda, sedikit banyak masih mampu ditanggulangi, walaupun ada sebagian yang
sudah menganut budaya kebarat-baratan.
Dengan
demikian pendidikan di era modern merupakan wahana untuk menjadi kontrol yang
kuat terhadap peserta didik, dengan cara mengajarkan nilai-nilai ketimuran yang
baik, dan mengambil nilai-nilai budaya barat yang lebih baik, sehingga sistem
dari sebuah pendidikan menjadi harapan bagi seluruh lapisan masyarakat, guna
menuntun para peserta didik untuk memiliki kecerdasan intelektual, emosional
dan spritual. Integrasi nilai inilah yang harus ditanamkan terhadap peserta
didik dalam rangka mengembangkan dan mengarahkan seluruh potensinya, menjadi
keharusan bagi tenaga kependidikan, sehingga tercipta keseimbangan dan keharmonisan
antara kepentingan duniawi dan ukhrowi.
Sumber Rujukan
Azyumardi
Azra, dalam “prolog urgensi pendidikan multikultural” cerita sukses
pendidikan multikultural di Indonesia, Jakarta : CRSM Uin Syahid Jakarta,
2010
Prof.
Dr. Amer Al Roubaie, Globalisasi dan Posisi Peradaban Islam, Majalah
Islamia, Edisi 33, Jakarta: diterbitkan oleh Institute For The Study Of Islamic
Thought and Civilization (INSISTS) dan Khairul Bayan, 2005
Faisol,
Gus Dur dan Pendidikan Islam, Upaya Mengembalikan Esensi Pendidikan di era
Global, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011
H.A.R.
Tilaar, Kekuasaan dan Pendidikan, Suatu Tinjauan Dari Perspektif Kultural,
Jakarta: Indonesia Tera, 2003
Hamdilahversache.blogspot.com,
Melihat Konsep Dasar Pendidikan Multikultural, diakses pada 14 Januari
2015
Irwanharyono.com,
Dampak Modernisasi Terhadap Dunia Pendidikan, diakses pada 16 Januari
2015
Melani
Budianta, Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural : Sebuah Gambaran
Umum, dalam Burhanudin (ed). Mencari akar kultural Civiel Society di Indonesia,
Jakarta : Indonesia For Institute For Civil Society, 2003
Mankhotib.blogspot.com,
di akses pada 16 Januari 2015
[1]
Azyumardi Azra, dalam “prolog urgensi pendidikan multikultural” cerita
sukses pendidikan multikultural di Indonesia, Jakarta : CRSM Uin Syahid
Jakarta, 2010, Hal. XVIII
[2]
Melani Budianta, Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural : Sebuah
Gambaran Umum, dalam Burhanudin (ed). Mencari akar kultural Civiel Society di
Indonesia, Jakarta : Indonesia For Institute For Civil Society, 2003, hal.
103
[3]
H.A.R. Tilaar, Kekuasaan dan Pendidikan, Suatu Tinjauan Dari Perspektif
Kultural, Jakarta: Indonesia Tera, 2003, Hal. 202
[4]
Hamdilahversache.blogspot.com, Melihat Konsep Dasar Pendidikan
Multikultural, diakses pada 14 Januari 2015
[5]
Faisol, Gus Dur dan Pendidikan Islam, Upaya Mengembalikan Esensi Pendidikan
di era Global, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011, hal. 14
[6]
Mankhotib.blogspot.com, di akses pada 16 Januari 2015
[7]
Irwanharyono.com, Dampak Modernisasi Terhadap Dunia Pendidikan, diakses
pada 16 Januari 2015
[8]
Prof. Dr. Amer Al Roubaie, Globalisasi dan Posisi Peradaban Islam,
Majalah Islamia, Edisi 33, Jakarta: diterbitkan oleh Institute For The Study Of
Islamic Thought and Civilization (INSISTS) dan Khairul Bayan, 2005, Hal. 13