Dasar Pemikiran
Roda
kehidupan yang terus berputar ini, menjadi sebuah pemebelajaran yang dinamis,
dimana perubahan dan perkembangan kehidupan terasa semakin jauh dari nilai-nilai
etika dan estetika. Pesatnya perkemabangan pengetahuan dan mudahnya akses
informasi sangat memudahkan bagi peserta didik maupun masyarakat menerima
secara mentah kultur barat yang mulai merambah pada kultur ketimuran dengan
cukup pesat.
Globalisasi
merupakan bentuk dari persaingan antar dunia, baik pada aspek ekonomi, budaya,
agama, ras, bahasa, suku, dan lain sebagainya. Mudahnya akses informasi
memberikan damapak tersendiri terhadap pola pemikiran dan tingkah laku ummat
manusia, sehingga dengan adanya globalisasi tersebut terkesan tidak ada batas
dalam konstek pertautan pengertahuan dan percampuran budaya yang berkembang
saat ini. Dalam konsteks pendidikan khususnya di Indonesia, menjadi suatu
tuntutan zaman bahwa pendidikan tidak hanya bersaing di kancah nasional saja,
namun lebih jauh lagi bahwa pendidikan juga harus bersaing dalam kancah
internasional.
Globalisasi
merupakan proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran
pandangan dunia, produk pemikiran dan aspek-aspek budaya lainnya. Kemajuan
infrastruktur transportasi dan telekomunikasi, termasuk kemunculan telegraf dan
internet merupakan faktor utama dalam globalisasi yang semakin mendorong saling
ketergantungan (interdepedensi) aktivitas ekonomi dan budaya.
Secara
etimologis kata globalisasi berasal dari kata globalize yang mengacu pada
kemunculan jaringan sistem sosial dan ekonomi berskala internasional. Istilah
ini pertama kali digunakan sebagai kata benda dalam sebuah tulisan berjudul
toward new education. Kata globalisasi disini menunjukkan pandangan pengalaman
manusia secara menyeluruh dibidang pendidikan. Istilah serupa, corporate giants
(raksasa perusahaan) di cetuskan oleh Charles Taze Russell pada tahun 1897
untuk menyebut perusahaan-perusahaan besar nasional pada waktu itu. Pada tahun
1960-an, kedua istilah tadi dijadikan sinonim oleh para ekonom dan ilmuan
sosial lainnya. Ekonom Theodore Levitt diakui secara luas sebagai pencipta
istilah kata “globalisasi” melalui artikelnya yang berjudul “Globalization
Of Markets”, artikel ini terbit di Harvad Bussiness Review edisi mei-juni
1983. [1]
oleh karenanya definisi dari globalisasi yang tepat harus mencakup beberapa
element sekaligus, yakni mengenai Jangkauan, intensitas, kecepatan dan pengaruh.
Meski
sejumlah pihak menyatakan bahwa globalisasi berawal di era modern, beberapa
pakar lainnya melacak sejarah
globalisasi sampai sebelum zaman penemuan eropa dan pelayaran kedunia baru. Ada
pula pakar yang mencatat terjadinya globalisasi pada milenium ketiga sebelum
masehi. Pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20 keterhubungan ekonomi dan
budaya dunia berlangsung sangat cepat.
Sejauh
ini globalisasi memiliki penafsiran yang cukup beragam, dimana para ahli
mencoba untuk mendeskripsikan globalisasi dari masing-masing spesialisasi keilmuannya.
Namun dalam realiras empirik menunjukan bahwa globalisasi ini menunjukkan
pertauran ekonomi dan budaya yang mendunia, hal ini tidak lepas dari
pengetahuan dan canggihnya tekhnologi yang terus berkembang dan mengalami
perubahan setiap saat. Oleh sebab itu globalisasi itu sendiri memiliku pengaruh
yang kuat dalam membentuk suatu budaya dalam kehidupan bermasyakat, sehingga
dampak dari globalisasi itu sendiri cukup besar pengaruhnya terhadap pola
berpikir, bertindak, sikap, emosional, dan lebih luas lagi mencakup terhadap
budaya yang berkembang. Globalisasi itu sendiri memiliki pengaruh terhadap
proses perkembangan ekonomi dan budaya, begitu pula sebaliknya bahwa ekonomi
dan budaya juga mempengaruhi terhadap pergerakan dari globalisasi itu sendiri.
Posisi
Pendidikan di Era Global
Pendidikan
juga memiliki peranan yang sangat penting dalam bentuk dan proses globalisasi
itu sendiri, globalisasi tidak terlepas merupakan hasil karya manusia berbentuk
pengetahuan dan tekhnologi, sehingga berkembangnya sesuatu di era global tidak
terlepas dari peran pendidikan sebagai wahana tranformasi pengetahuan dan
tekhnologi.
Ada
tiga pandangan mengenai posisi pendidikan dalam arus globalisasi yang kemudian
memberikan pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan manusia. Antara lain
adalah:
Pertama : kehidupan manusia dalam berbagai aspeknya dikuasai oleh
materialisme atau kekuatan uang dengan mengenyampingkan nilai-nilai moral
kemanusiaan “the survival of the fittest”. Ini artinya bahwa kehidupan
bagaikan kompetisi tanpa akhir yang pada akhirnya kelompok yang terpinggirkan
dan termarginalisasi baik dari segi ekonomi, sosial, politik, dan untuk
memperoleh pendidikan yang berkualitas, posisi yang ikut hanyut dalam gelombang
globalisasi ini, berarti hilangnya identitas individu, kelompok, dan negara
budaya yang pada gilirannya akan menghegemoni kehidupan.
Kedua
: mengambil sikap menentang dan mengharamkan segala bentuk perubahan
yang datang dari luar. Aliran ini memandang arus globalisasi akan merusak dan
sangat berbahaya bagi identitas seseorang. Maka lahirlah bentuk-bentuk
perlawanan dari posisi seperti etnosentris dan berbagai bentuk fundalisme, yang
kemudian dalam perkembangannya mengarah kepada sikap ekstrimisme yang
memberikan sikap ekstrim, dan lahirnya terorisme yang dipicu oleh rasisme dan
fundamentalisme.
Ketiga:
melihat globalisasi yang melanda dunia saat ini sebagai arus yang
tidak dapat dihindarkan, namun gerakannya lantas tidak hanyut didalamnya, akan
tetapi memilih berhati-hati terhadap yang datang dari luar. Sikap kritis itu
tidak lain dari pada kesadaran akan identitas diri sendiri yang memiliki
nilai-nilai budaya serta simbol-simbol kehidupan dimasyarakatnya sendiri
sehingga kemudian disesuaikan dengan jati diri dan nilai luhur budayanya. Sikap
ini hanya akan tumbuh dari kesadaran akan identitas diri, dan harga diri
seseorang. Manusia yang memiliki kesadaran akan dirinya dan harga dirinya akan
terlepas dari kekuasaan yang menindas
dirinya, dan proses penyadaran itu akan didapatkan melalui pendidikan yang
berorientasi pada pembebasan.[2]
Ketiga
unsur diatas memberikan corak yang sangat berbeda dalam proses perkembangan
pendidikan, sehingga arus globalisasi dan posisi pendidikan memiliki ruang yang
sangat berbeda pada satu sisi, sementara pada sisi yang lain keduanya memiliki
pertautan yang saling mempengaruhi.
Berbagai
pandangan mengenai globalisasi, secara esensial seluruhnya merambah pada
kekuatan kapital yang mempengaruhi otoritas politik dan budaya, sehingga
globalisasi itu sendiri satu sisi menjadai ancaman dan pada sisi yang lain
memudahkan kehidupan manusia ditengah derasnya akan perubahan.
Deengan
dikontrol dengan sedikit pemain, globalisasi mempromosikan suatu kepentingan
atau interest global dari pemain tersebut. Globalisasi terjadi tidak seimbang
dan hanya memberi keuntungan untuk golongan menengah dan atas, khsususnya di
daerah perkotaan. Sementara masyarakat pedesaan dan golongan rakyat kecil bukan
menjadi sasaran globalisasi. Ketidaksamarataan pendapatan global baik antar
maupun di dalam negara-negara itu sendiri menyebabkan kecenderungan kecemburuan
sosial dan ancaman terhadap ummat manusia. Sebagaimana di jelaskan oleh PBB
sebagai berikut:
Mengalirnya
arus budaya yang tidak seimbang pada masa ini karena berat sebelah pada satu
sisi saja, yaitu dari negara kaya ke negara miskin. Ekspor terbesar di Amerika
Serikat bukanlah pesawat terbang atau automobil, melainkan ekspor
hiburan-hiburan. Film-film hollywood yang telah mendapatkan keuntungan lebih
besar dari 30 juta dollar dari seluruh penjuru dunia pada tahun 1997. Meluasnya
jaringan media global dan tekhnologi satelit komunikasi membangkitkan medium
global baru yang berkekuatan super, jumlah dari televisi pribadi yang dimiliki
1000 orang hampir berjumlah 2 kali lipanya antara tahun 1980 dan 1995 dari
jumlah 121 menjadi 238. Penyebaran merk-merk produk global seperti Nike, Sony,
telah membentuk standart baru dari Delhi ke Warsawa kemudian ke Reo de Jainero.
Serangan dari budaya asing seperti itu membuat budaya masing-masing bangsa
berada dalam resiko dan akan membuat masyarakat luas kehilangan identitas
budaya mereka.[3]
Adanya
globalisasi itu sendiri apakah akan menjadi ancaman, peluang, tantangan,
kelemahan terhadap budaya bangsa-bangsa, atau justru sebaliknya? Oleh sebab itu
kerasnya arus globalisasai, dengan cepat merambah keseluruh aspek kehidupan
manusia, terutama dalam aspek sosial budaya, ekonomi, politik dan ideologi,
sehingga menjadi sangat penting dari peran pendidikan dalam rangka mengontrol
sistem pendidikan itu sendiri dari derasnya arus globalisasi.
Terlepas
dari itu semua, salah satu ujung tombak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
adalah pendidikan, dimana pendidikan yang akan mencoba melakukan filter
terhadap arus global, dan memberikan pengarahan, bimbingan terhadap peserta
didik, dalam rangka memanusiakan manusia.
Pendidikan
ditengah arus globalisasi akan menjadi sentral yang kuat dengan mengacu pada
kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dimana pesatnya pengetahuan
dan mudahnya sebuah ideologi barat, tentu menjadi ancaman tersendiri.
Liberalisme, kapiltalisme, materialistik dan ideologi yang lain menjadi cukup
besar pengaruhnya, terutama di wilayah ketimuran, termasuk Indonesia yang
acapkali menjadi sasaran empuk dari pesatnya ideologi yang ditularkan oleh
masyarkat barat. Sementara itu masyarakat timur yang masih kuat memegang erat
ketimuran dengan nilai-nilai religiusnya, sangat dikwatirkan akan terjebak
dalam arus globalisasi dengan konsep kapitalismenya.
Disinilah
peran dan fungsi pendidikan sebagai kontrol, sekaligus sebagai bentuk
implementasi nilai-nilai ketimuran yang religius, serta sebagai bentuk upaya
melestarikan budaya bangsa melalui konsep pembelajaran yang bermutu. Sehingga
posisi dari suatu pendidikan itu sendiri sebagai cakar budaya untuk terus
melanjutkan dan melestarikan budaya bangsa sesuai dengan perubahan-perubahan
kearah yang lebih baik
Sumber Rujukan
Amer Al-Roubaie, Globalisasi dan Posisi Peradaban Islam,
Majalah Islamia, Edisi 33, Jakarta, Khairul Bayan, 2005
Wikipedia.org, diakses pada 20 januari 2015
http//kompasiana.com, Faiz Al Jawahir, Pendidikan Kritis Sebagai
Alternatif Menghadapi Arus Globalisasi, di akses pada 19 januari 2015
[1]
Wikipedia.org, diakses pada 20 januari 2015
[2] http//kompasiana.com,
Faiz Al Jawahir, Pendidikan Kritis Sebagai Alternatif Menghadapi Arus
Globalisasi, di akses pada 19 januari 2015
[3] Amer
Al-Roubaie, Globalisasi dan Posisi Peradaban Islam, Majalah Islamia,
Edisi 33, Jakarta, Khairul Bayan, 2005, hal 13-14